Lagu "Slut!" dari Taylor Swift, yang merupakan bagian dari album 1989 (Taylor’s Version), kembali mencuri perhatian publik. Dirilis ulang pada 27 Oktober 2023, lagu ini bukan sekadar nomor di daftar putar, melainkan representasi kompleks dari pergulatan seorang perempuan dalam menghadapi cinta, penilaian masyarakat, dan pencarian identitas diri. Lebih dari sekadar lirik romantis, lagu ini membuka ruang diskusi tentang bagaimana perempuan sering kali distigmatisasi hanya karena menunjukkan ketertarikan pada seseorang.
Lirik "Slut!" menggambarkan seorang perempuan yang sedang kasmaran. Ia berdandan, merasa percaya diri, dan tak ragu mengekspresikan perasaannya. Namun, di balik euforia cinta, terselip realita pahit. Ia menyadari bahwa tindakannya ini tidak luput dari sorotan tajam dan penilaian negatif. Masyarakat dengan mudah melabelinya sebagai "slut," sebuah kata yang sarat akan konotasi seksual negatif dan seringkali digunakan untuk merendahkan perempuan.
Yang menarik, Taylor Swift tidak lantas bersembunyi atau meminta maaf. Sebaliknya, ia justru menantang balik stigma tersebut. Lirik "And if they call me a slut, You know it might be worth it for once," menunjukkan keberanian dan pemberontakan. Ia seolah berkata, "Jika mencintai dan mengekspresikan diri dengan cara yang kuinginkan membuatku disebut ‘slut,’ maka biarlah." Ini bukan berarti ia setuju dengan label tersebut, tetapi lebih kepada sebuah sikap untuk tidak membiarkan penilaian orang lain mendikte dirinya.
Also Read
Lagu ini juga mengkritik standar ganda yang kerap dialami perempuan. Ketika seorang laki-laki mengejar cinta dan berdandan untuk menarik perhatian perempuan, ia dianggap normal. Namun, ketika perempuan melakukan hal serupa, ia justru dianggap "murahan". Ironi ini terpampang jelas dalam lirik, "Everyone wants him, that was my crime/The wrong place at the right time." Ia seolah dipersalahkan karena menyukai seseorang yang juga disukai banyak orang.
Lebih dalam lagi, lagu ini juga bercerita tentang bagaimana perempuan sering kali dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi masyarakat. Mereka diharapkan untuk bersikap pasif, malu-malu, dan tidak terlalu agresif dalam mengejar cinta. Ketika mereka menolak norma ini, mereka justru dicap negatif. Padahal, mengejar cinta adalah hak setiap individu, tanpa memandang gender.
"Slut!" bukanlah lagu yang hanya menceritakan tentang cinta dan patah hati. Lebih dari itu, lagu ini adalah sebuah pernyataan identitas. Taylor Swift seolah ingin menyampaikan bahwa perempuan berhak untuk mencintai, berdandan, dan mengekspresikan diri tanpa rasa takut dihakimi. Ia tidak mau tunduk pada standar ganda yang merugikan perempuan. Ia memilih untuk memberontak dan merayakan kebebasan dalam mencintai dan menjadi diri sendiri.
Dengan re-release lagu ini, Taylor Swift sekali lagi menunjukkan bahwa karyanya lebih dari sekadar hiburan. Ia menggunakan musik sebagai medium untuk menyampaikan pesan-pesan penting, membuka diskusi, dan memberdayakan pendengarnya, khususnya perempuan. "Slut!" bukan sekadar lagu, melainkan sebuah refleksi atas realita sosial yang masih perlu diperjuangkan. Lagu ini adalah pengingat bahwa cinta, kebebasan, dan identitas adalah hak setiap individu, dan tidak ada seorang pun berhak untuk merampasnya.