Kabar duka menyelimuti jagat aktivisme dan politik Indonesia. Lieus Sungkharisma, tokoh Tionghoa yang dikenal vokal dan penuh semangat, dikabarkan meninggal dunia pada Rabu, 25 Januari 2023. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi banyak pihak, terutama mereka yang mengikuti jejak perjuangan dan pemikirannya.
Lieus bukan sekadar nama. Ia adalah simbol perjuangan kesetaraan dan representasi suara etnis Tionghoa dalam kancah politik Indonesia. Lahir di Cianjur pada 11 Oktober 1959, Lieus tumbuh menjadi sosok yang peduli terhadap isu-isu sosial dan politik, terutama yang berkaitan dengan hak-hak minoritas.
Perjalanan hidup Lieus tidak bisa dipisahkan dari dunia organisasi. Ia pernah memimpin Generasi Muda Buddhist Indonesia (Gema-Budhi) dan kemudian mendirikan Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (Parti), sebuah langkah politik yang menunjukkan keseriusannya dalam memperjuangkan kesetaraan hak bagi masyarakat Tionghoa. Baginya, perubahan tidak akan datang tanpa keterlibatan politik yang aktif.
Also Read
Lieus memahami betul bahwa permasalahan yang dihadapi etnis Tionghoa tidak bisa diselesaikan hanya melalui dialog atau pendekatan kultural. Perlu ada upaya politik yang terorganisir dan sistematis untuk meratakan jalan menuju kesetaraan. Pendirian Parti menjadi bukti nyata keyakinannya tersebut, meskipun partai ini tidak meraih popularitas yang signifikan.
Menariknya, perjalanan politik Lieus terbilang dinamis. Ia tak ragu untuk berpindah dukungan politik. Pada pemilu 2009, Lieus secara terbuka mendukung pasangan Jusuf Kalla-Wiranto. Namun, pada pilpres 2014 ia memilih mendukung Joko Widodo. Lalu pada pemilu berikutnya, ia mengalihkan dukungannya ke Prabowo Subianto. Fleksibilitas ini mungkin mencerminkan prioritasnya terhadap isu-isu yang ia anggap penting, di atas loyalitas terhadap figur atau partai tertentu.
Di luar dunia politik, Lieus dikenal sebagai pribadi yang multitalenta. Selain pernah menjabat sebagai Wakil Bendahara Depinas SOKSI, ia juga aktif dalam organisasi lintas budaya seperti Multi Culture Society dan The World Peace Committee. Hal ini menunjukkan bahwa visi dan kepeduliannya tidak terbatas pada isu etnis, melainkan juga pada perdamaian dan persaudaraan antarbangsa.
Lieus menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah, Bintaro setelah mengalami serangan jantung. Kepergiannya meninggalkan warisan pemikiran dan jejak perjuangan yang patut dikenang. Lebih dari sekadar aktivis, Lieus adalah representasi keberanian dan keteguhan dalam menyuarakan aspirasi kaum minoritas.
Kepergian Lieus Sungkharisma menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk kesetaraan adalah perjalanan panjang yang membutuhkan dedikasi dan keberanian. Semangat yang ia tunjukkan dalam memperjuangkan hak-hak etnis Tionghoa dan membangun jembatan persaudaraan antar etnis, diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus.