Di balik gegap gempita proklamasi kemerdekaan Indonesia, tersimpan kisah heroik seorang perempuan bernama Fatmawati. Lebih dari sekadar istri presiden pertama, Fatmawati adalah penjahit bendera pusaka, Sang Merah Putih, simbol kemerdekaan yang kini kita agungkan. Bukan di bengkel kerja modern, bukan pula di bawah lampu sorot studio, bendera itu lahir di ruang tamu sebuah rumah sederhana, di bawah tatapan mata keibuan yang penuh cinta dan harapan.
Lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923, Fatmawati muda tak pernah mengira bahwa tangannya akan mengukir sejarah. Pertemuannya dengan Soekarno, sang proklamator, pada 1 Juni 1943, membawa dirinya ke pusaran perjuangan. Saat itu, Indonesia tengah berada di ambang kemerdekaan. Kebutuhan akan identitas bangsa, dalam bentuk bendera kebangsaan, menjadi semakin mendesak.
Dalam kondisi hamil besar, Fatmawati mengambil alih tugas mulia ini. Mesin jahit tangan, saksi bisu perjuangan, menjadi senjatanya. Di tengah keterbatasan dan ketidakpastian, ia memadukan keberanian, ketelitian, dan semangat nasionalisme. Kain merah dan putih disatukan, jahitan demi jahitan, membentuk lembaran yang kelak akan berkibar di langit Indonesia.
Also Read
Kisah Fatmawati bukan sekadar cerita tentang menjahit bendera. Ini adalah narasi tentang kekuatan seorang perempuan, tentang keteguhan di tengah kesulitan, dan tentang pengorbanan yang tak ternilai harganya. Bendera Merah Putih yang ia jahit bukan hanya sekadar kain, melainkan simbol dari perjuangan dan harapan bangsa. Ia adalah representasi dari semangat kemerdekaan yang tidak pernah padam, bahkan di tengah badai sejarah.
Bendera yang dijahit Fatmawati, dengan ukuran 2×3 meter, akhirnya berkibar megah di hadapan rakyat Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kain sederhana itu, yang lahir dari tangan seorang perempuan di ruang tamu rumahnya, menjadi saksi bisu kelahiran bangsa baru. Lebih dari itu, ia menjadi pengingat abadi akan peran perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa, dan semangat yang harus terus kita warisi. Fatmawati bukan hanya menjahit bendera, tetapi ia juga menjahit harapan dan kemerdekaan untuk Indonesia.