Eko Kuntadhi, nama yang tak asing lagi di jagat media sosial Indonesia, kembali menjadi sorotan. Bukan karena cuitan yang membela pemerintah, atau kritik pedasnya pada tokoh agama, kali ini ia menuai kecaman keras karena komentarnya yang dianggap menghina seorang istri ulama. Siapakah sebenarnya Eko Kuntadhi, dan bagaimana ia bisa terjerat dalam pusaran kontroversi ini?
Eko Kuntadhi dikenal sebagai sosok yang aktif di media sosial, terutama Twitter, dengan akun @_ekokuntadhi. Ia kerap melontarkan pendapat yang tajam, bahkan terkesan kontroversial. Sejak Pilpres 2019, namanya melambung dan ia dicap sebagai "buzzer" pemerintah, lantaran cuitannya seringkali mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah. Ia pun disandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang memiliki pandangan serupa, seperti Denny Siregar dan Abu Janda.
Peran Eko tidak berhenti di ranah media sosial. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Koordinator Nasional (Kornas) Ganjarist, sebuah organisasi relawan pendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024. Posisinya ini semakin mempertegas posisinya sebagai tokoh yang aktif dalam perpolitikan Indonesia.
Also Read
Namun, citra Eko sebagai "buzzer" dan aktivis media sosial tak selamanya mulus. Ia pernah menyerang Ustadz Adi Hidayat terkait dana sumbangan untuk Palestina dan juga melontarkan kritik keras kepada pendukung Ustadz Abdul Somad. Kata-kata pedas dan tudingan kerap menjadi senjatanya dalam beradu argumen di dunia maya.
Kini, nama Eko kembali mencuat karena komentarnya terhadap Ning Imaz, seorang istri ulama dari Pondok Pesantren Lirboyo. Potongan video tausiyah Ning Imaz, yang dikomentari Eko dengan kata-kata kasar dan merendahkan, memicu kemarahan banyak pihak. Tak hanya warganet, tokoh-tokoh agama dan organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) juga turut mengecam tindakan Eko.
Menyadari kesalahannya, Eko Kuntadhi akhirnya meminta maaf secara langsung kepada Ning Imaz dan keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo. Ia juga memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Kornas Ganjarist. Langkah ini diambil sebagai bentuk pertanggungjawaban dan untuk meredam dampak negatif yang mungkin timbul akibat ulahnya.
Kasus Eko Kuntadhi menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya berhati-hati dalam bermedia sosial. Ucapan yang mungkin dianggap biasa, bisa saja menyinggung, melukai, bahkan merusak hubungan baik dengan orang lain. Dunia maya memang menyediakan kebebasan berpendapat, namun kebebasan itu harus diiringi dengan tanggung jawab. Kita harus bijak dalam menggunakan media sosial, menghindari ujaran kebencian, dan menghargai perbedaan pendapat.
Kejadian ini juga menunjukkan bahwa jejak digital tak bisa dihapus begitu saja. Apa yang kita unggah atau komentari di media sosial akan terus ada dan bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri. Kasus Eko Kuntadhi mengajarkan kita untuk lebih bijak, santun, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi di dunia maya. Ini bukan hanya tentang menjaga nama baik diri sendiri, tapi juga tentang menjaga keharmonisan dan kedamaian dalam berbangsa dan bernegara.