Tanjak, mahkota kain yang menjulang tinggi, bukan sekadar aksesori pakaian di Palembang. Ia adalah artefak budaya yang kaya makna, menyimpan jejak sejarah panjang dan identitas masyarakat Melayu. Banyak yang mengenal tanjak sebagai bagian dari pakaian adat, tetapi tahukah Anda bahwa fungsinya jauh lebih dalam? Mari kita telaah lebih jauh tentang tanjak, dari akar sejarah hingga makna filosofisnya.
Sejarah Tanjak: Dari Kewajiban Hingga Simbol Kebangsawanan
Jejak tanjak bisa ditarik mundur hingga era Kesultanan Melayu Melaka. Bahkan sebelum itu, menutup kepala dengan kain atau mengikat rambut adalah kebiasaan rakyat jelata, sebagai bentuk kesantunan ketika menghadap raja. Namun, di Palembang, tanjak berkembang menjadi lebih dari sekadar penutup kepala. Ia menjadi identitas kaum bangsawan dan tokoh masyarakat.
Sketsa dan lukisan dari berbagai peristiwa bersejarah, seperti Perang Palembang (1819-1821) hingga Perang Mutir Alam (Besemah) tahun 1860, menjadi saksi bisu keberadaan tanjak. Meskipun sempat dihapuskan oleh Belanda pada 1823, tanjak tetap eksis dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Palembang hingga kini.
Also Read
Asal Usul Nama dan Bentuk Tanjak
Kata ‘tanjak’ berasal dari bahasa Melayu Palembang, ‘tanjak’ atau ‘nanjak’, yang berarti ‘naik’ atau ‘menjulang ke tempat tinggi’. Bentuknya yang menjulang, dengan ujung segitiga yang meninggi, mencerminkan makna literal dari namanya. Tanjak bukanlah singkatan dari ‘tanah yang dipijak’, tetapi simbol dari sesuatu yang ditinggikan, bukan direndahkan. Filosofi ini menunjukkan bahwa pemakai tanjak diharapkan memiliki derajat yang tinggi, baik secara spiritual maupun sosial.
Bahan dan Makna Kain Tanjak
Kain yang digunakan untuk membuat tanjak bervariasi, mulai dari songket, angkinan, pardo, hingga batik. Dahulu, tanjak berbahan songket eksklusif dipakai oleh para priyayi, pangeran, atau bangsawan dengan jabatan tertentu. Ini menandakan adanya hierarki sosial yang tercermin dalam jenis kain tanjak. Pemilihan kain juga menunjukkan tingkat kemewahan dan keindahan yang memperkuat kesan agung bagi pemakainya.
Simpul Tanjak: Ikatan Persatuan dan Keluarga
Proses pembuatan tanjak dimulai dengan melipat kain segi empat menjadi segitiga. Namun, elemen terpenting tanjak terletak pada simpulnya. Simpul pada tanjak bukan hanya sekadar hiasan, tetapi memiliki makna mendalam. Ia melambangkan persatuan dan ikatan, baik dalam konteks sosial maupun keluarga. Beberapa orang juga mengartikan simpul tanjak sebagai simbol ikatan pernikahan dan kekeluargaan, menggambarkan harapan akan hubungan yang kuat dan harmonis. Simpul tersebut terbagi menjadi simpul kiri dan kanan, dan hal ini juga dipercaya memiliki makna tersendiri.
Tanjak: Warisan Budaya yang Terus Dilestarikan
Tanjak bukan hanya sekadar warisan budaya yang patut dilestarikan, tetapi juga merupakan simbol identitas yang harus dipahami dan dihargai. Ia adalah pengingat akan sejarah panjang, nilai-nilai luhur, dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Palembang. Memahami makna di balik setiap detail tanjak akan memperkaya apresiasi kita terhadap kekayaan budaya Indonesia. Melalui tanjak, kita diajak untuk menghargai sejarah, menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, dan mempererat ikatan kekeluargaan. Tanjak, lebih dari sekadar penutup kepala, adalah simbol kebanggaan dan identitas diri.