Matahari pagi 19 Oktober 1987 belum sepenuhnya terbit, namun langit di atas Bintaro sudah tercoreng duka. Sebuah peristiwa tragis menghentak, menyisakan kepedihan mendalam bagi bangsa Indonesia. Dua kereta api, yang seharusnya membawa harapan dan perjalanan, justru bertabrakan dengan keras, merenggut ratusan nyawa tak berdosa.
Kisah pilu ini bukan sekadar tabrakan biasa. Dua lokomotif baja itu, yang satu berangkat dari Jakarta menuju Merak, dan satu lagi dari Rangkasbitung, bertemu dalam jalur maut. Dalam hitungan detik, dentuman keras menghancurkan gerbong-gerbong besi, mengubahnya menjadi puing-puing tak berbentuk. Perjalanan yang seharusnya mengantarkan penumpang ke tujuan masing-masing, justru berakhir di tengah reruntuhan dan ratapan.
Tragedi ini bukan hanya tentang besi dan baja yang beradu. Lebih dari itu, ini adalah kisah tentang hilangnya nyawa manusia, tentang keluarga yang kehilangan orang terkasih, dan tentang mimpi yang pupus seketika. Ratusan korban jiwa, luka-luka fisik, dan trauma psikis menjadi saksi bisu dari kelalaian dan buruknya sistem yang berlaku saat itu.
Also Read
Berita tentang tabrakan Bintaro pun menyebar dengan cepat. Bangkai kereta yang berserakan, serta gudang kereta di Manggarai yang menyimpan kenangan pahit, menjadi pengingat kelam akan hari itu. Suara sirene ambulans dan tangisan keluarga korban memecah kesunyian pagi, menggantikan suara deru kereta yang biasanya terdengar.
Lebih dari tiga dekade berlalu, namun luka Bintaro 1987 tak pernah benar-benar sembuh. Kisah ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua, terutama para pemangku kebijakan di sektor transportasi. Keselamatan penumpang bukan sekadar slogan, melainkan prioritas utama yang harus diwujudkan. Perawatan infrastruktur, peningkatan sistem komunikasi, dan penerapan protokol keselamatan yang ketat, adalah beberapa langkah yang wajib dilakukan agar tragedi serupa tidak terulang kembali.
Bintaro 1987 bukan sekadar catatan kelam dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Ini adalah pengingat tentang betapa berharganya nyawa manusia, betapa pentingnya tanggung jawab, dan betapa krusialnya perbaikan sistem. Mari kita jadikan tragedi ini sebagai pelajaran berharga, agar duka serupa tak pernah lagi menimpa kita.