Hutan Belantara – Di tengah rimbunnya pepohonan, di mana sungai mengalir tenang, seekor kera bernama Ki Mandahong tengah bergelut dengan kenyataan pahit. Dulu, ia adalah raja yang dihormati, namun kini, usia senja membuatnya harus rela turun takhta. Pengalaman getir ini membawanya pada sebuah perenungan mendalam, di tepi sungai yang menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya.
Ki Mandahong, dengan tubuhnya yang tinggi besar, nampak berbeda dari kera lainnya. Namun, kesendiriannya saat ini mengisyaratkan bahwa kekuasaan dan keistimewaan fisik tak menjamin kebahagiaan. Ia merasa terasing, terbuang dari komunitas yang dulu dipimpinnya. Di saat hatinya gundah, ia menemukan pelarian di pohon mangga limus yang berbuah lebat.
Meskipun awalnya hanya mencari penghiburan, Ki Mandahong mendapati dirinya menikmati buah-buahan ranum itu. Namun, kebiasaan lama muncul: sifat serakah. Ia tak lagi menghargai nikmat yang ada. Mangga yang dianggap kecil atau cacat ia buang begitu saja, tanpa memikirkan betapa berharganya buah tersebut. Suara buah yang jatuh ke sungai, justru dianggapnya hiburan, hingga membuatnya terus menggoyangkan pohon demi sensasi bunyi.
Also Read
Di sinilah, kisah Ki Mandahong bersinggungan dengan Kura-Kura, seekor reptil yang kelelahan mencari makan. Kura-Kura merasa bersyukur ketika mendapati limpahan buah mangga di sekitarnya. Namun, ia tidak serakah. Ia melihat ke atas, ke arah sumber rezeki itu, dan merasa kagum pada sosok kera besar yang tengah asyik bermain-main.
Kura-Kura yang lugu mengira bahwa Ki Mandahong adalah sosok pemurah. Ia pun memuji sang kera, menyebutnya "Juragan yang saleh dan berbudi". Pujian ini, walau salah sasaran, berhasil menyentuh hati Ki Mandahong yang merasa tersanjung. Ia pun turun dari pohon dan berdialog dengan Kura-Kura.
Percakapan mereka tidak hanya sekadar obrolan biasa. Kura-Kura, dengan kebijaksanaannya, mengingatkan Ki Mandahong tentang pentingnya bersyukur, berbagi, dan mempersiapkan diri menghadapi perubahan. Ia memberi perspektif baru pada Ki Mandahong tentang kepemimpinan dan kehidupan itu sendiri.
Keduanya pun kemudian menjalin persahabatan yang unik. Ki Mandahong merasa senang karena ia merasa masih memiliki pengikut, meski dalam bentuk seekor kura-kura. Sementara Kura-Kura senang karena ia diakui oleh mantan raja, walaupun sang raja kini sudah kehilangan tahtanya. Mereka seringkali menghabiskan waktu bersama, membahas berbagai hal, mulai dari masalah pribadi hingga urusan kerajaan.
Kisah Ki Mandahong dan Kura-Kura ini mengajarkan kita beberapa hal. Pertama, kekuasaan dan jabatan bukanlah segalanya. Kedua, keserakahan akan membawa kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Ketiga, selalu ada hikmah dan pelajaran di balik setiap kesulitan. Keempat, teman sejati dapat datang dari mana saja, bahkan dari makhluk yang berbeda spesies sekalipun. Dan yang terakhir, perspektif baru bisa didapatkan dari siapapun, bahkan dari seekor kura-kura yang sederhana sekalipun. Persahabatan antara Ki Mandahong dan Kura-Kura mengingatkan kita untuk selalu rendah hati dan terbuka terhadap sudut pandang lain dalam menjalani kehidupan.