Joddie Rose, nama yang mungkin tak sefamiliar Yudhi Eko Baskoro, adalah sosok di balik melodi-melodi khas band Seventeen. Gitaris ini bukan sekadar anggota band, tapi juga salah satu arsitek suara yang membentuk identitas grup asal Yogyakarta tersebut. Mari kita telusuri perjalanan kariernya, dari panggung kafe hingga drama pahit di balik layar.
Yudhi mengawali perjalanannya bersama Seventeen, band yang merangkak dari bawah, manggung di berbagai kafe di Yogyakarta. Perjuangan mereka membuahkan hasil saat dikontrak Universal Music Indonesia pada 2003. Album debut mereka, "Bintang Terpilih," melambungkan nama Seventeen, dengan penjualan mencapai 75 ribu kopi. Lagu-lagu mereka pun kerap menjadi soundtrack sinetron, termasuk "Jibaku" yang populer di sinetron "Inikah Rasanya."
Sebagai gitaris, Yudhi tak hanya piawai memetik senar gitar, tapi juga berkontribusi besar dalam penulisan lagu. Ia adalah otak di balik sebagian besar hit yang lahir dari lima album Seventeen antara 2003 hingga 2013. Namun, di balik kesuksesan itu, ada riak-riak yang akhirnya membawa Yudhi pada titik perpisahan dengan band yang telah membesarkan namanya.
Also Read
Puncak konflik bermula ketika Yudhi memutuskan cuti pada 2012. Alasan utamanya adalah kelahiran sang buah hati, juga keinginan untuk menata urusan keluarga dan menghilangkan penat. Di saat Seventeen berada di puncak popularitas, Yudhi merasa jenuh dengan rutinitas yang ada. Ia pun mengambil cuti secara resmi dan memberitahukannya melalui email.
Namun, keputusannya ini ternyata berbuntut panjang. Ia justru mendapat serangan di media sosial yang tak sesuai dengan surat resmi yang telah ia sampaikan. Merasa tak tahan, Yudhi pun memilih Twitter sebagai media untuk mengumumkan pengunduran dirinya dari Seventeen. Walau ia sadar bahwa pengumuman ini tak memiliki kekuatan hukum, ia merasa perlu untuk menyampaikan keputusannya secara langsung.
Yang lebih mengejutkan, Yudhi baru mengetahui belakangan bahwa ia sebenarnya telah dipecat dari Seventeen sejak akhir 2012. Informasi ini ia dapatkan dari seorang sahabat di manajemen, setelah insiden tsunami Selat Sunda yang merenggut nyawa road manager Seventeen, Oki. Ternyata, surat pemecatan itu ada, tapi Oki tak pernah berani menyampaikannya kepada Yudhi. Mungkin ia ingin menghindari perpecahan di tubuh band.
Ironisnya, hingga saat ini, tak ada satu pun kata keluar secara resmi dari pihak Seventeen terkait pemecatan Yudhi. Tidak ada tanda tangan resmi yang menunjukkan bahwa ia menyetujui keputusan tersebut. Secara hukum, Yudhi tidak pernah mengundurkan diri dan juga tidak pernah dipecat secara resmi. Sebuah akhir yang menggantung untuk perjalanan karier seorang musisi yang begitu berjasa bagi bandnya.
Perjalanan Yudhi bersama Seventeen adalah kisah ironi. Di satu sisi, ia adalah pencipta lagu-lagu hits dan gitaris ikonik. Namun, di sisi lain, ia juga mengalami drama pahit yang membekas di hatinya. Kisah ini menjadi pengingat bahwa dunia hiburan, yang tampak glamor di permukaan, juga menyimpan cerita-cerita kelam yang tak jarang mengorbankan hati dan perasaan. Setelah meninggalkan Seventeen, Yudhi bersama Doni membentuk duo bernama YudhiDoni Project, sebuah upaya untuk menghidupkan kembali lagu-lagu Seventeen yang pernah ia ciptakan dan populer. Hal ini setidaknya menjadi bukti bahwa kecintaan Yudhi pada musik Seventeen masih membara, meski ia harus menempuh jalan sendiri.