Retno Lestari Priansari Marsudi, nama yang tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Sosoknya begitu lekat dengan dunia diplomasi dan politik luar negeri. Ia adalah perempuan pertama yang menduduki kursi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, sebuah pencapaian monumental yang patut diapresiasi. Lebih dari sekadar perempuan pertama, kiprahnya telah memberikan warna tersendiri dalam dinamika hubungan internasional Indonesia.
Lahir di Semarang, Retno menempuh pendidikan tinggi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan mengambil jurusan Hubungan Internasional. Fondasi keilmuan ini menjadi bekal penting dalam meniti karier di dunia diplomasi. Ketertarikannya pada isu-isu global mendorongnya untuk melanjutkan studi di bidang hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Den Haag dan studi hak asasi manusia di Universitas Oslo. Kombinasi antara pemahaman mendalam tentang hubungan internasional, hukum, dan hak asasi manusia membentuk karakter seorang diplomat yang matang dan berwawasan luas.
Sebelum mengemban amanah sebagai Menteri Luar Negeri, Retno telah malang melintang di berbagai penugasan diplomatik. Ia pernah bertugas di Kedutaan Besar Indonesia di Canberra dan Den Haag. Pengalaman ini menempa kemampuan adaptasinya di berbagai lingkungan budaya dan politik. Ia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia, serta Belanda, sebelum akhirnya dipanggil pulang untuk mengemban tugas yang lebih besar.
Also Read
Puncak karier Retno Marsudi di dunia diplomasi Indonesia adalah saat ia dilantik menjadi Menteri Luar Negeri pada 27 Oktober 2014. Sebagai Menlu, ia menghadapi tantangan yang kompleks, mulai dari isu Laut China Selatan, perlindungan WNI di luar negeri, hingga dinamika geopolitik global. Namun, dengan ketegasan dan kecermatannya, ia mampu membawa Indonesia bersuara lantang di forum internasional.
Salah satu ciri khas gaya diplomasi Retno adalah pendekatan yang inklusif dan berorientasi pada perdamaian. Ia selalu menekankan pentingnya dialog dan kerjasama dalam menyelesaikan konflik. Ia juga aktif mendorong pemberdayaan perempuan dalam agenda perdamaian dan keamanan. Selain itu, Retno dikenal sebagai sosok yang hangat dan dekat dengan stafnya. Ini menunjukkan bahwa ia bukan hanya seorang diplomat profesional, tetapi juga seorang pemimpin yang humanis.
Di balik kesibukannya sebagai seorang Menlu, Retno adalah seorang ibu dari dua orang putra, Dyota Marsudi dan Bagas Marsudi. Dyota memilih karier di bidang modal ventura, sementara Bagas mengikuti jejak ibunya dengan berkecimpung di dunia medis sebagai seorang dokter. Dukungan keluarga menjadi salah satu faktor penting yang membuat Retno mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Kiprah Retno Marsudi di dunia diplomasi Indonesia telah menjadi inspirasi bagi banyak perempuan. Ia membuktikan bahwa perempuan juga mampu berkiprah di level tertinggi dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi bangsa dan negara. Sosoknya tidak hanya patut diacungi jempol, tetapi juga menjadi teladan bagi generasi muda Indonesia yang ingin berkarya di dunia diplomasi dan hubungan internasional. Lebih dari itu, Retno Marsudi adalah representasi Indonesia di mata dunia, seorang diplomat perempuan yang membawa pesan perdamaian dan kerjasama.