Bukan rahasia lagi kalau lagu "Kukira Kau Rumah" dari Amigdala sukses menyentuh hati banyak orang. Liriknya yang sederhana namun menusuk, menggambarkan realita pahit dalam hubungan percintaan. Ironisnya, harapan akan cinta abadi dan tempat berpulang, justru berujung pada pengabaian dan perasaan hanya disinggahi sementara.
Frasa "kau yang singgah tapi tak sungguh" diulang berkali-kali dalam lagu ini. Pengulangan ini bukan tanpa alasan. Ia bak mantra yang menegaskan kepedihan seseorang yang telah memberikan seluruh hatinya, hanya untuk menerima perlakuan sebaliknya. Ibarat tamu yang bertandang, kehadiran seseorang yang kita cintai ternyata tak lebih dari sekadar singgah di hati, tanpa ada niatan untuk menetap apalagi membangun ‘rumah’ bersama.
Lantas, mengapa seseorang bisa menjadi begitu tidak sungguh dalam hubungan? Ada banyak kemungkinan. Mungkin ia belum selesai dengan masa lalunya, trauma yang belum terobati, atau sekadar belum siap untuk berkomitmen. Bisa juga, ia memang tidak punya niat yang sama sejak awal. Ironis, bukan? Saat satu pihak membangun harapan, pihak lain justru hanya bermain-main dengan hati.
Also Read
Penting bagi kita untuk belajar dari kisah yang diangkat dalam lagu "Kukira Kau Rumah". Jangan sampai kita terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, di mana kita merasa menjadi "kos-kosan" sementara. Cinta memang tidak bisa dipaksakan, namun kejujuran adalah kunci utama. Sebelum melangkah lebih jauh dalam sebuah hubungan, penting untuk memastikan bahwa kita dan pasangan memiliki visi yang sama.
Perlu diingat, hati bukanlah tempat persinggahan yang bisa ditinggalkan begitu saja. Ia adalah ruang suci yang perlu dijaga dan dihargai. Jika seseorang tidak melihat kita sebagai rumah yang nyaman untuk pulang, mungkin sudah saatnya kita beranjak pergi dan membangun ‘rumah’ yang lebih baik untuk diri sendiri. Memang menyakitkan, tapi lebih baik berpisah daripada terus menerus merasa seperti penyewa dalam hati sendiri.
Lagu "Kukira Kau Rumah" adalah pengingat yang pedih namun jujur. Ia mengajak kita untuk lebih berhati-hati dalam memilih pasangan dan lebih mencintai diri sendiri. Karena pada akhirnya, kita sendirilah yang paling berhak atas kebahagiaan dan ‘rumah’ yang sejati. Bukan sekadar tempat singgah sementara.