Setiap tanggal 22 Desember, Hari Ibu dirayakan dengan berbagai cara. Memberi hadiah, ucapan selamat, atau sekadar menghabiskan waktu bersama ibu menjadi tradisi yang kerap dilakukan. Namun, muncul pertanyaan, bagaimana pandangan Islam mengenai perayaan ini? Apakah dibolehkan atau justru dilarang? Simak ulasan berikut untuk mendapatkan jawabannya.
Perayaan Hari Ibu pada dasarnya adalah bentuk apresiasi terhadap peran sentral seorang ibu dalam keluarga dan masyarakat. Ia adalah sosok yang melahirkan, membesarkan, dan menjadi pilar utama dalam kehidupan. Di tengah hiruk pikuk perayaan ini, beberapa pihak mengklaim bahwa merayakannya adalah tindakan yang haram karena dianggap meniru tradisi non-muslim. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hukumnya adalah mubah atau diperbolehkan, dengan catatan perayaan tersebut tidak melanggar syariat agama.
Pendapat Ulama: Antara Larangan dan Pemuliaan Ibu
Dalam khazanah keilmuan Islam, tidak ada anjuran spesifik untuk merayakan Hari Ibu. Namun, bukan berarti Islam tidak menghargai sosok ibu. Justru sebaliknya, Islam menempatkan ibu pada posisi yang sangat mulia. Hal ini tercermin dalam berbagai hadis, salah satunya adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang sangat populer:
Also Read
Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, "Wahai Rasulullah, kepada siapa aku harus berbakti pertama kali?" Rasulullah SAW menjawab, "Ibumu!" Orang tersebut kembali bertanya, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW menjawab, "Ibumu!" Orang tersebut bertanya kembali, "Kemudian siapa lagi?" Beliau menjawab, "Ibumu". Orang tersebut masih bertanya, "Kemudian siapa lagi?" Rasulullah SAW pun menjawab, "Kemudian ayahmu".
Hadis ini jelas menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap ibu. Bahkan, Rasulullah SAW menyebutkan kata "ibumu" sebanyak tiga kali sebelum menyebut kata "ayahmu." Ini mengindikasikan bahwa berbakti kepada ibu memiliki prioritas yang sangat tinggi dalam ajaran Islam.
Buya Yahya, salah satu ulama yang cukup berpengaruh, juga memberikan pandangannya mengenai perayaan Hari Ibu. Beliau menyatakan bahwa dalam Islam tidak ada istilah khusus perayaan Hari Ibu seperti yang dikenal secara umum. Namun, beliau tidak secara tegas melarang perayaan ini. Menurutnya, selama perayaan tersebut bertujuan untuk memuliakan ibu, maka hal tersebut diperbolehkan. Intinya, perayaan Hari Ibu harus dijadikan momentum untuk meningkatkan bakti kepada ibu, bukan sekadar mengikuti tren atau ritual semata.
Memaknai Hari Ibu dengan Cara Islami
Alih-alih terjebak dalam perdebatan hukum boleh atau tidak, ada baiknya kita memaknai Hari Ibu dengan cara yang lebih Islami. Beberapa hal yang bisa kita lakukan antara lain:
- Mendoakan Ibu Setiap Hari: Islam mengajarkan kita untuk senantiasa mendoakan orang tua, terutama ibu, setelah sholat. Ini adalah bentuk bakti yang paling tulus dan abadi.
- Menyayangi Ibu Sepenuh Hati: Perayaan Hari Ibu bisa menjadi pengingat untuk lebih menyayangi dan menghormati ibu setiap hari. Berbicara dengan lembut, membantu meringankan bebannya, dan memberikan perhatian adalah bentuk bakti yang sangat berarti.
- Menjaga Silaturahmi: Jika ibu sudah tiada, jangan lupa untuk tetap menjaga silaturahmi dengan keluarga dan kerabat yang dekat dengannya. Mendoakan ibu juga tetap bisa dilakukan dengan tulus.
- Menghindari Perbuatan yang Melukai Hati Ibu: Yang paling penting adalah selalu menjaga perbuatan dan perkataan kita agar tidak melukai hati ibu. Ingatlah bahwa ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua, terutama ibu.
Kesimpulan: Bukan Tentang Perayaan, Tetapi Tentang Bakti
Pada akhirnya, esensi dari peringatan Hari Ibu bukanlah tentang perayaan yang mewah atau sekadar memberikan hadiah. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghargai, menghormati, dan berbakti kepada ibu sepanjang waktu. Islam mengajarkan kita untuk selalu memuliakan ibu, bukan hanya pada tanggal 22 Desember saja. Jadi, jika Anda ingin merayakan Hari Ibu, pastikan perayaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam dan bertujuan untuk meningkatkan bakti kita kepada sosok yang sangat berjasa dalam hidup kita ini.