Negara tetangga, Malaysia, ternyata punya sistem hukuman mati yang cukup khas, dikenal dengan istilah "Banduan Akhir". Istilah ini mungkin terdengar asing, tapi sebenarnya merujuk pada narapidana yang divonis hukuman mati. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai Banduan Akhir, mulai dari definisi, sistem pelaksanaan, hingga perubahan hukum yang baru saja terjadi.
Memahami Banduan Akhir: Lebih dari Sekadar Narapidana Mati
Secara harfiah, "Banduan" dalam bahasa Malaysia berarti tawanan atau tahanan, yang dalam konteks hukum Indonesia kita kenal sebagai narapidana. Sementara itu, "Akhir" berarti sesuatu yang terakhir. Jadi, Banduan Akhir secara sederhana bisa diartikan sebagai narapidana akhir atau narapidana yang telah mencapai akhir dari proses hukumnya, yaitu hukuman mati.
Eksekusi Hukuman Gantung dan Daftar Panjang Terpidana Mati
Sebelum dihapuskan, hukuman mati di Malaysia dilakukan dengan metode gantung. Metode ini bukan hal baru, dan banyak negara lain juga menerapkannya. Namun, yang membuat catatan Malaysia cukup mencolok adalah jumlah terpidana mati yang signifikan. Hingga saat ini, tercatat 1.122 narapidana telah dieksekusi, dan ada lebih dari 1.281 orang yang masih menunggu giliran hukuman (data sebelum penghapusan).
Also Read
Banduan Akhir dijatuhkan pada narapidana yang terbukti melakukan salah satu dari 32 jenis pelanggaran berat. Bukan hanya pembunuhan, tapi juga kejahatan lain seperti pengedaran narkoba dalam skala besar, hingga tindak penghasutan yang bisa memicu perang. Kategori ini menunjukkan betapa seriusnya sistem hukum Malaysia dalam memandang kejahatan-kejahatan tersebut.
Titik Balik: Penghapusan Hukuman Mati Wajib
Kabar baiknya, pada April 2023, Malaysia mengambil langkah progresif dengan menghapus hukuman mati sebagai hukuman wajib. Majelis Rendah Parlemen Malaysia sepakat bahwa hukuman mati tidak lagi menjadi satu-satunya opsi hukuman untuk 11 kejahatan berat, termasuk pembunuhan, narkotika, dan terorisme. Ini adalah langkah besar, terutama mengingat posisi negara-negara lain yang masih mempertahankan hukuman mati sebagai hukuman yang mutlak.
Sebagai gantinya, para narapidana yang sebelumnya terancam hukuman mati kini menghadapi opsi hukuman yang berbeda. Mereka bisa dijatuhi hukuman penjara antara 30 hingga 40 tahun, atau hukuman cambuk, tergantung pada jenis kejahatan dan pertimbangan hukum lainnya. Perubahan ini menandai pergeseran pandangan tentang keadilan restoratif, di mana fokus tidak hanya pada penghukuman, tapi juga pada upaya rehabilitasi dan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan.
Refleksi dan Perspektif Baru
Penghapusan hukuman mati wajib di Malaysia bukan hanya perubahan hukum, tetapi juga refleksi atas kemanusiaan dan efektivitas sistem peradilan. Pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang apakah hukuman mati benar-benar memberikan efek jera, atau justru melanggengkan siklus kekerasan, menjadi bahan pertimbangan yang krusial.
Pergeseran hukuman dari vonis mati ke hukuman penjara dan cambuk memberikan ruang untuk perbaikan sistem peradilan dan pemidanaan. Ini menunjukkan bahwa sebuah negara bisa berkembang dalam memandang keadilan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Keputusan Malaysia ini patut diapresiasi sebagai langkah maju, dan bisa menjadi inspirasi bagi negara-negara lain untuk meninjau kembali sistem hukumnya.
Pelajaran dari Malaysia adalah bahwa hukum tidak pernah statis, melainkan harus terus beradaptasi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan perkembangan zaman. Perubahan kebijakan ini juga mengingatkan kita bahwa selalu ada ruang untuk perbaikan dalam pencarian keadilan yang sejati.