Ustaz Abu Bakar Baasyir, nama yang tak asing dalam lanskap keagamaan dan politik Indonesia, kembali menjadi sorotan. Lahir pada 17 Agustus 1938, sosok yang dikenal sebagai tokoh muwahidin dengan aliran Jihadisme Salafi ini memiliki perjalanan hidup yang penuh liku, dari pendirian pesantren hingga keterlibatan dalam berbagai kasus hukum kontroversial. Artikel ini akan mengupas tuntas profil, perjalanan hidup, serta pandangan politik terkini Abu Bakar Baasyir.
Lahirnya Seorang Ulama dari Jombang
Bernama lengkap Abu Bakar Ba’asyir bin Abu Bakar Abud, ia lahir di Jombang, Jawa Timur. Pendidikan awalnya ditempuh di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo pada tahun 1959. Setelah itu, Baasyir melanjutkan studi di Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, dan lulus pada tahun 1963. Aktivitas kemahasiswaan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Solo dan jabatan Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo, menjadi awal keterlibatannya dalam dunia pergerakan.
Pendiri Pesantren Al-Mukmin dan Awal Kontroversi
Pada 10 Maret 1972, Abu Bakar Baasyir bersama Abdullah Sungkar mendirikan Pondok Pesantren Al-Mukmin di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan Islam yang kemudian dikenal luas. Namun, langkah Baasyir tak selalu mulus. Pada tahun 1983, ia dan Sungkar ditangkap atas tuduhan menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila dan pencabutan HAM. Kasus ini juga terkait dengan penolakan hormat bendera yang dianggap syirik. Baasyir dituduh terkait dengan gerakan Hispran, bagian dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah.
Also Read
Pelarian ke Malaysia dan Tuduhan Terorisme
Saat kasusnya masuk kasasi pada 1985, Baasyir dan Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Di negeri jiran, pemerintah AS menuduh Baasyir membentuk Jamaah Islamiyah (JI), sebuah gerakan Islam radikal yang disebut memiliki hubungan dengan Al-Qaeda. Tuduhan ini memicu kontroversi panjang dan membuat Baasyir dicap sebagai tokoh teroris. Berbagai badan intelijen menuduhnya sebagai kepala spiritual JI, meskipun ia selalu membantah keterlibatannya dalam terorisme.
Kasus Hukum dan Vonis Penjara
Baasyir kembali ke Indonesia pada tahun 1999, namun jejak kontroversi terus membayangi. Pada tahun 2005, ia dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom 2002, meskipun tidak bersalah atas tuduhan bom 2003. Ia divonis 2,6 tahun penjara. Pada tahun 2011, Baasyir kembali divonis 15 tahun penjara atas tuduhan terlibat dalam pendanaan pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme. Baasyir akhirnya bebas murni dari penjara pada 8 Januari 2021.
Dukungan Politik Terkini dan Kontroversi yang Terus Berlanjut
Usai bebas, nama Abu Bakar Baasyir kembali mencuat ke permukaan karena dukungan politiknya kepada salah satu calon wakil presiden. Hal ini kembali memicu perdebatan mengenai pandangan ideologisnya dan pengaruhnya terhadap dunia politik.
Refleksi dan Perspektif
Perjalanan hidup Abu Bakar Baasyir adalah potret kompleksitas dalam dinamika keagamaan dan politik di Indonesia. Sosoknya menjadi simbol perdebatan antara kebebasan berpendapat, nilai-nilai keagamaan, dan upaya menjaga stabilitas negara. Terlepas dari berbagai kontroversi yang menyelimutinya, tidak dapat dipungkiri bahwa Baasyir merupakan tokoh yang memiliki pengaruh signifikan dalam sejarah pergerakan Islam di Indonesia. Dukungan politiknya saat ini, bagaimanapun, kembali mengingatkan kita pada rentetan peristiwa masa lalu dan membuka diskusi tentang bagaimana nilai-nilai keagamaan dapat bersinggungan dengan lanskap politik.
Penting bagi masyarakat untuk melihat sosok Abu Bakar Baasyir dari berbagai sudut pandang, tidak hanya terpaku pada satu narasi. Memahami perjalanan hidupnya, kontroversi yang melingkupinya, dan pengaruhnya, adalah bagian penting dalam memahami dinamika sosial-politik di Indonesia.