Gunung Semeru, sang mahameru yang menjulang tinggi, kembali menunjukkan keganasannya. Erupsi yang terjadi pada 4 Desember 2021 lalu, bukan kali pertama gunung tertinggi ketiga di Indonesia ini bergejolak. Letusannya yang kerap kali terjadi, membuat banyak orang bertanya, bagaimana sebenarnya proses erupsi Semeru terjadi? Mari kita bedah lebih dalam, agar kita lebih waspada dan paham.
Semeru: Bukan Sekadar Gunung Tinggi
Gunung Semeru, dengan puncak Mahameru yang mencapai 3.676 meter di atas permukaan laut, berdiri kokoh sebagai salah satu gunung tertinggi di Pulau Jawa. Secara administratif, gunung ini berada di perbatasan Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur. Keberadaannya tidak hanya sekadar penanda geografis, namun juga menyimpan potensi letusan yang perlu kita pahami.
Semeru terbentuk akibat subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia. Pergerakan lempeng tektonik inilah yang menjadi dapur utama pembentukan magma, cikal bakal dari letusan gunung berapi. Proses ini, tak hanya membentuk Semeru, tetapi juga gunung-gunung berapi lain di sepanjang busur vulkanik Indonesia.
Also Read
Menyelami Proses Erupsi Semeru
Erupsi gunung berapi, bukanlah sekadar ledakan yang tiba-tiba. Ada rangkaian proses yang terjadi di balik layar, sebelum akhirnya magma meluap dan menyemburkan abu vulkanik ke langit. Berikut tahapan erupsi Semeru yang perlu kita ketahui:
-
Gempa dan Peningkatan Emisi Gas: Magma yang bergerak dari perut bumi, memicu gempa tektonik. Awalnya, gempa mungkin terasa kecil, namun intensitasnya terus meningkat seiring dengan desakan magma ke atas. Selain itu, celah-celah di gunung (fumarol) mulai melepaskan gas-gas vulkanik seperti uap air, karbondioksida, belerang, dan gas beracun lainnya. Peningkatan emisi gas dan gempa, adalah sinyal kuat bahwa letusan gunung akan segera terjadi.
-
Abu dan Uap Panas Membumbung: Selanjutnya, abu vulkanik dan uap air mulai keluar dari lubang di gunung. Ini adalah fase transisi yang menandakan, tekanan di dalam gunung sudah sangat tinggi dan sebentar lagi, magma akan keluar. Abu vulkanik, seringkali membawa material piroklastik yang berbahaya jika terhirup atau mengenai kulit.
-
Pembentukan Kubah Lava: Setelah abu dan uap panas keluar, lava dome atau kubah lava mulai terbentuk. Magma yang mengalir ke permukaan, mengalami penurunan suhu dan tekanan, sehingga membeku dan membentuk kubah. Kubah lava ini, bisa sangat berbahaya karena berpotensi runtuh dan memicu aliran piroklastik (awan panas).
Pentingnya Pemantauan dan Kewaspadaan
Proses erupsi Semeru ini, tidak bisa kita amati dengan mata telanjang. Para ahli vulkanologi menggunakan berbagai peralatan canggih, seperti satelit GPS, seismograf, dan alat pengukur emisi gas, untuk memantau aktivitas gunung secara terus-menerus. Data-data yang terkumpul, kemudian dianalisis untuk memprediksi potensi erupsi dan memberikan peringatan dini kepada masyarakat.
Memahami proses erupsi Semeru, bukan hanya sekadar pengetahuan ilmiah, namun juga langkah penting untuk meningkatkan kewaspadaan. Dengan memahami tanda-tanda dan tahapan erupsi, kita bisa lebih siap dan tanggap dalam menghadapi potensi bencana.
Erupsi gunung berapi adalah fenomena alam yang tidak bisa dihindari. Namun, dengan pengetahuan yang cukup dan kesiapsiagaan yang tinggi, kita bisa meminimalkan risiko dan dampak yang ditimbulkan. Mari terus belajar dan waspada terhadap alam di sekitar kita.