Nama Tsania Marwa kembali menghiasi pemberitaan, bukan lagi tentang karier gemilangnya sebagai aktris dan model, melainkan drama panjang perebutan hak asuh anak dengan mantan suaminya, Atalarik Syach. Konflik yang telah berlangsung selama tujuh tahun ini membuka tabir kehidupan pribadi Tsania, seorang ibu yang berjuang keras di tengah pusaran masalah hukum dan emosional. Di balik layar kaca, kita melihat sosok wanita kuat yang berusaha bangkit dari keterpurukan. Mari kita telusuri lebih dalam perjalanan hidup Tsania Marwa, bukan hanya sebagai figur publik, tetapi juga seorang ibu yang gigih.
Tsania Marwa lahir di Jakarta, 5 April 1991. Ia menempuh pendidikan di SMP Negeri 75 dan SMA Negeri 65 Jakarta, lalu melanjutkan studi ke Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Bahkan, ia terus mengembangkan diri hingga meraih gelar magister psikologi profesi di universitas yang sama pada tahun 2021. Latar belakang pendidikannya ini memberikan warna tersendiri dalam pandangannya terhadap berbagai isu, termasuk konflik yang tengah dihadapinya.
Perjalanan karier Tsania dimulai sebagai model, di mana ia berhasil meraih posisi runner-up Gadis Sampul 2005. Prestasi ini membuka gerbang baginya untuk terjun ke dunia seni peran. Nama Tsania mulai dikenal luas berkat perannya sebagai Feli dalam sinetron "Putri yang Ditukar" (2010-2011). Kiprahnya di dunia hiburan terus berlanjut dengan berbagai peran di sinetron dan film layar lebar, seperti "Lawang Sewu: Dendam Kuntilanak" (2007) dan "Dalam Mihrab Cinta" (2010). Deretan sinetron populer juga pernah dibintanginya, sebut saja "Alisha," "Cinta Kirana," hingga "Cinta Setelah Cinta."
Also Read
Namun, kehidupan Tsania tak semulus kariernya. Pernikahannya dengan Atalarik Syach pada 10 Februari 2012, yang terpaut usia 18 tahun, harus kandas di tengah jalan. Mereka bercerai pada 15 Agustus 2017, meninggalkan dua orang anak, Syarif Muhammad Fajri dan Aisyah Shabira. Di sinilah awal mula drama perebutan hak asuh anak dimulai.
Awalnya, gugatan hak asuh Tsania sempat kandas karena berkas yang kurang lengkap. Kemudian, di tahun 2019, ia kembali berjuang. Pengadilan akhirnya menetapkan hak asuh Syarif jatuh ke tangan Atalarik, sementara Shabira berada di bawah pengasuhan Tsania. Namun, Atalarik tidak menyerah dan terus mengajukan banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. Kendati demikian, sejak April 2021, hak asuh Shabira tetap berada di tangan Tsania.
Meski secara hukum hak asuh Shabira berada di tangannya, Tsania tetap kesulitan untuk bertemu dan bersama putrinya. Upaya eksekusi untuk mengambil anak-anaknya pun gagal, lantaran trauma yang dialami anak-anaknya. Situasi ini tentu sangat menyakitkan bagi seorang ibu.
Tsania, dalam sebuah podcast bersama Denny Sumargo, mengungkapkan frustrasinya yang mendalam terhadap konflik hak asuh yang telah berlangsung selama tujuh tahun. Namun, alih-alih terus berlarut dalam kesedihan, Tsania memilih untuk fokus pada perbaikan diri. Ia menyadari bahwa ia telah melakukan yang terbaik untuk memperjuangkan anak-anaknya, dan kini ia memilih jalan untuk move on.
Dalam pengakuan yang cukup mengejutkan, Tsania juga mengungkapkan keinginannya untuk menikah lagi. Ia merasa bahwa usianya tidak lagi muda, dan ia berhak untuk bahagia. Ia juga percaya bahwa perjuangannya selama ini akan terekam dalam jejak digital, yang nantinya bisa dilihat oleh anak-anaknya ketika mereka dewasa.
Perjalanan hidup Tsania Marwa adalah potret seorang wanita yang tangguh. Ia tidak hanya berjuang untuk hak asuh anak, tetapi juga berjuang untuk menemukan kebahagiaan dirinya. Tsania menjadi inspirasi bagi banyak wanita di luar sana, bahwa kesulitan dan tantangan dalam hidup tidak harus membuat kita menyerah.
Pesan penting yang bisa kita petik dari kisah Tsania adalah pentingnya kesehatan mental dan emosional dalam menghadapi konflik. Selain itu, kegigihan dan keteguhan hati adalah kunci untuk melewati masa-masa sulit. Tsania Marwa membuktikan bahwa seorang ibu bisa tetap kuat, tegar, dan berani untuk terus melangkah maju demi masa depan anak-anaknya. Dan, yang tak kalah penting, bahwa kebahagiaan pribadi juga layak untuk diperjuangkan.