Umat Muslim tentu familiar dengan konsep najis mughaladhah, najis berat yang mensucikannya memerlukan tata cara khusus. Anjing, dengan air liurnya, menjadi salah satu contoh najis ini. Muncul kemudian pertanyaan, bagaimana dengan serigala? Apakah hewan yang seringkali disandingkan dengan anjing ini juga memiliki status najis yang sama?
Mengingat kemiripan fisik antara anjing dan serigala, wajar jika pertanyaan ini muncul. Namun, penting untuk dipahami bahwa meskipun berkerabat, keduanya adalah spesies yang berbeda, dan hal ini berdampak pada hukum keagamaan terkait kenajisan. Mari kita telusuri lebih dalam perbedaan-perbedaan mendasar keduanya, dan bagaimana implikasinya pada hukum fikih.
Anjing dan Serigala: Saudara Jauh dengan Perbedaan Signifikan
Anjing dan serigala memang memiliki leluhur evolusi yang sama, namun ribuan tahun domestikasi telah memisahkan keduanya. Berikut beberapa perbedaan kunci:
Also Read
-
Domestikasi vs Alam Liar: Anjing telah mengalami proses domestikasi panjang, menjadikannya jinak dan mudah berinteraksi dengan manusia. Serigala, di sisi lain, tetap liar dan sulit dijinakkan. Perbedaan ini membentuk perilaku dan karakteristik keduanya.
-
Ukuran dan Postur Tubuh: Serigala umumnya lebih besar dan berotot dibandingkan anjing. Berat serigala bisa mencapai 59 kg, dengan tinggi badan hingga 80 cm, yang menunjang kehidupannya sebagai predator di alam bebas.
-
Bentuk Rahang: Rahang serigala cenderung lebih tebal dan kuat, sementara anjing memiliki rahang yang lebih panjang dan ramping. Perbedaan ini berkaitan dengan jenis makanan dan cara berburu keduanya.
-
Ketebalan Bulu: Serigala memiliki bulu yang lebih tebal untuk melindungi tubuhnya dari suhu ekstrem di habitat alaminya. Anjing, yang umumnya hidup di iklim yang lebih moderat, memiliki bulu yang lebih tipis.
-
Ukuran Otak: Penelitian menunjukkan bahwa serigala memiliki otak yang lebih besar dibandingkan anjing. Kecerdasan serigala digunakan untuk bertahan hidup di alam liar, bukan untuk berinteraksi dengan manusia.
Status Air Liur Serigala dalam Fikih Islam
Inilah inti dari pertanyaan kita. Terdapat dua pendapat berbeda mengenai status air liur serigala:
-
Pendapat Pertama: Menyatakan bahwa air liur serigala najis, karena serigala adalah hewan buas yang umumnya memakan bangkai dan makanan najis lainnya.
-
Pendapat Kedua: Mengatakan bahwa air liur serigala tidak najis layaknya air liur hewan buas lain. Ini adalah pendapat yang dianut oleh Mazhab Syafi’i dan Maliki. Pendapat ini berlandaskan bahwa tidak ada dalil sharih yang menyatakan kenajisan serigala.
Kesimpulan: Serigala Bukan Najis Mughaladhah
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa serigala tidak termasuk dalam kategori najis mughaladhah (najis besar) seperti anjing. Artinya, jika terkena air liur atau keringat serigala, Anda tidak perlu melakukan penyucian dengan tujuh kali basuhan dan satu kali dengan air tanah.
Penyucian najis mughaladhah, seperti terkena jilatan anjing, mengharuskan tujuh kali basuhan dengan salah satunya menggunakan air yang dicampur tanah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Muslim.
Hadis tersebut berbunyi:
"Sucinya bekas salah seorang dari kamu apabila seekor anjing menjilat wadah itu adalah dengan cara engkau membasuhnya sebanyak 7 kali, dan basuhan pertama dicampur dengan debu atau tanah." (HR. Muslim).
Perbedaan ini menegaskan bahwa Islam sangat detail dalam mengatur hukum keagamaan, dengan mempertimbangkan perbedaan karakteristik dan habitat hewan. Jadi, meskipun serigala dan anjing memiliki kemiripan, hukum kenajisannya berbeda. Hal ini penting untuk dipahami agar ibadah kita tetap sah dan diterima Allah SWT.