Santri Pekok Arif Citenx Kembali Menggema Setelah Dicover

Annisa Ramadhani

Serba Serbi Kehidupan

Lagu berbahasa Jawa berjudul "Santri Pekok," karya Arif Citenx, kembali mencuri perhatian publik setelah beberapa tahun dirilis. Lagu yang pertama kali muncul pada tahun 2017 ini, kini viral kembali di berbagai platform media sosial. Fenomena ini membuktikan bahwa lagu-lagu daerah, khususnya yang berbahasa Jawa, memiliki daya tarik dan potensi tak lekang oleh waktu.

Kebangkitan "Santri Pekok" kali ini tak lepas dari sentuhan tangan para penyanyi dangdut. Dua nama yang turut andil mempopulerkan kembali lagu ini adalah Esa Risty dan Dini Kurnia. Lewat cover mereka, lagu ini menjangkau pendengar yang lebih luas, bahkan mungkin generasi yang belum familiar dengan lagu ini sebelumnya. Tak heran, berbagai video cover bermunculan di media sosial, mengiringi semakin populernya lagu ini.

Lirik lagu "Santri Pekok," yang jika diterjemahkan secara kasar berarti "santri bodoh" atau "santri tolol," memang unik. Kata "pekok" sendiri dalam bahasa Jawa memiliki konotasi negatif yang cukup kuat. Namun, penggunaan kata ini dalam lagu justru menghadirkan kesan lugu dan jenaka. Arif Citenx, sang pencipta, tampaknya ingin menyampaikan kritik sosial atau refleksi diri dengan cara yang tidak biasa. Lagu ini bisa jadi menggambarkan keresahan seorang santri terhadap dirinya sendiri atau mungkin juga orang lain yang dianggap melakukan kesalahan atau kekhilafan.

Penggunaan bahasa Jawa yang khas juga menjadi salah satu daya tarik lagu ini. Lirik yang sederhana dengan gaya bahasa sehari-hari membuat lagu ini mudah diterima dan dinyanyikan. Melodi lagu yang cenderung sederhana namun catchy juga menjadi salah satu faktor mengapa lagu ini mudah diingat dan disukai.

Fenomena "Santri Pekok" ini juga menunjukan bagaimana media sosial berperan penting dalam penyebaran dan revitalisasi lagu-lagu lama. Cover lagu menjadi salah satu cara yang efektif untuk memperkenalkan kembali lagu-lagu lama kepada khalayak yang lebih luas. Selain itu, fenomena ini juga menjadi pengingat bahwa lagu-lagu daerah, yang sering kali dianggap kuno, masih memiliki daya magis untuk memikat hati pendengar dari berbagai generasi. Keberhasilan "Santri Pekok" mengukuhkan eksistensi musik daerah di tengah gempuran musik populer modern. Hal ini membuktikan bahwa keberagaman budaya Indonesia adalah sumber kekayaan yang tak ternilai harganya.

Ke depannya, fenomena lagu "Santri Pekok" ini bisa menjadi inspirasi bagi para musisi muda untuk lebih menghargai dan mengeksplorasi kekayaan musik tradisional Indonesia. Dengan sentuhan kreativitas dan inovasi, lagu-lagu daerah bisa terus lestari dan diterima oleh generasi mendatang.

Baca Juga

Daftar Lengkap Hari Penting Nasional dan Internasional Bulan Juni: Ada Apa Saja?

Dian Kartika

Bulan Juni hadir dengan beragam peringatan penting, baik di tingkat nasional maupun internasional. Deretan hari-hari besar ini bukan sekadar penanda ...

10 Rekomendasi Celana Dalam Pria Terbaik: Nyaman, Berkualitas, dan Harga Terjangkau

Husen Fikri

Bingung memilih hadiah untuk pria tersayang? Jangan khawatir, celana dalam bisa menjadi pilihan yang tepat! Selain berfungsi sebagai pakaian dalam, ...

10 Pilihan Minuman Diet di Indomaret: Rendah Gula, Rendah Kalori, Harga Terjangkau!

Annisa Ramadhani

Bagi Mama dan Papa yang sedang berjuang mencapai berat badan ideal, memilih minuman yang tepat adalah kunci sukses diet. Jangan ...

Taeyong NCT Botak Wamil, Ini Jadwal Pulang dan Alasan Wajib Militer di Korea Selatan

Sarah Oktaviani

Kabar Taeyong NCT mencukur habis rambutnya sebelum berangkat wajib militer (wamil) memang sempat bikin heboh jagat maya. Isu bahwa Jungwoo ...

9 Negara Paling Dibenci di Dunia: Konflik, Sejarah Kelam, hingga Isu Sosial

Dea Lathifa

Setiap negara, layaknya individu, memiliki sisi yang disukai dan tidak disukai. Namun, ada beberapa negara yang tampaknya lebih sering menjadi ...

Dokter Tifa: Profil, Biodata, dan Kontroversi di Balik Ahli Epidemiologi

Annisa Ramadhani

Siapa sebenarnya Dokter Tifa yang namanya seringkali menghiasi linimasa media sosial? Lebih dari sekadar ahli epidemiologi, sosok Tifauzia Tyassuma atau ...

Tinggalkan komentar