Kudus, Jawa Tengah – Nama Nusron Wahid belakangan kembali mencuat di tengah dinamika politik dan keagamaan Indonesia. Kiprahnya sebagai Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuatnya menjadi sorotan publik. Namun, di balik posisinya di organisasi Islam terbesar di Indonesia ini, ada perjalanan panjang yang membawanya dari dunia politik hingga kembali ke akar organisasi.
Lahir di Kudus, Jawa Tengah, Nusron Wahid memulai perjalanannya di kancah perpolitikan dengan bergabung bersama Partai Golongan Karya (Golkar). Jejak pendidikannya pun cukup mentereng. Menyandang gelar Sarjana Sastra dari Universitas Indonesia dan Magister Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Nusron membuktikan dirinya sebagai sosok yang berwawasan luas.
Sebelum terjun ke dunia politik, ia sempat menahkodai Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai Ketua Umum pada periode 2000-2003. Karir politiknya kemudian melesat dengan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari daerah pemilihan Jawa Tengah II selama dua periode, yakni 2004-2015. Di parlemen, ia dikenal aktif mengawal kebijakan terkait perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, BUMN, hingga standardisasi nasional.
Also Read
Perjalanan Nusron tak berhenti di gedung parlemen. Pada tahun 2014 hingga 2019, ia diberi amanah sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Posisi ini mengantarnya fokus pada isu krusial perlindungan dan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Ia pun harus berhadapan langsung dengan kompleksitas permasalahan pekerja migran.
Langkah selanjutnya yang diambil Nusron cukup mengejutkan banyak pihak. Ia memilih kembali ke organisasi yang membesarkannya, Nahdlatul Ulama (NU). Pada November 2023, Nusron Wahid resmi menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PBNU. Keputusan ini menandai babak baru dalam karirnya.
Namun, yang menarik perhatian publik adalah momen ketika ia dan saudara perempuannya, Yenny Wahid, resmi bergabung dengan PBNU. Di tengah hiruk pikuk Pemilu 2024, keduanya justru berbeda pilihan politik. Yenny Wahid secara terbuka mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sementara Nusron Wahid menjadi bagian dari tim pemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Fenomena ini menjadi perbincangan hangat dan memicu beragam spekulasi.
Perbedaan pilihan politik antara kakak beradik ini menunjukkan bahwa meskipun berasal dari keluarga dan organisasi yang sama, perbedaan pandangan politik adalah hal yang wajar dan sah-sah saja. Ini juga menjadi pengingat bahwa demokrasi memberikan ruang bagi setiap individu untuk menentukan pilihan politiknya sendiri.
Nusron Wahid, dengan segala pengalamannya di dunia politik, birokrasi, dan organisasi kemasyarakatan, kini kembali mengabdikan diri di PBNU. Kiprahnya sebagai wakil ketua umum tentu akan menarik perhatian. Ia diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan organisasi dan umat Islam di Indonesia. Terlepas dari perbedaan pilihan politik, Nusron Wahid tetap menjadi figur penting di kancah perpolitikan, keagamaan, dan sosial Indonesia. Kisah hidupnya memberikan pelajaran bahwa jalan hidup seseorang penuh dengan lika-liku dan pilihan yang beragam.