Di tengah riuhnya pesta pernikahan, seringkali ada cerita unik yang menyertai, salah satunya mitos soal bunga melati pengantin. Konon, mengambil bunga melati dari hiasan pengantin, terutama tanpa sepengetahuan mereka, bisa membawa berkah enteng jodoh. Benarkah demikian?
Tradisi yang Melekat di Masyarakat Jawa
Mitos ini, khususnya populer di kalangan masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, melibatkan aksi ‘mencuri’ bunga melati. Bukan sekadar bunga biasa, melainkan melati yang menghiasi keris pengantin pria atau sanggul pengantin wanita. Bahkan, tak jarang kembang kantil yang ada di ujung rangkaian bunga turut serta diambil.
Melati, dengan aroma harum dan makna kesucian, ketulusan, serta kerendahan hati, dipercaya menjadi simbol yang baik untuk kehidupan pernikahan. Begitu pula dengan kembang kantil yang melambangkan ingatan dan hubungan erat. Filosofi ini yang kemudian diyakini sebagai representasi kesetiaan dan kelanggengan dalam pernikahan, dan dipercaya bisa menular pada siapa saja yang mengambilnya.
Also Read
Logika vs. Kepercayaan
Namun, di balik mitos yang berkembang, sulit menemukan penjelasan logis yang mendukung kebenarannya. Ini lebih merupakan kepercayaan yang turun temurun, yang akhirnya membuat banyak wanita lajang rela melakukan aksi ‘mencuri’ demi harapan mendapatkan jodoh.
Di satu sisi, tradisi ini memang terkesan meresahkan dan kurang etis. Mengambil properti pengantin tanpa izin, apalagi dilakukan secara diam-diam, bisa merusak momen sakral mereka. Alih-alih membawa keberuntungan, tindakan ini justru bisa menciderai kebahagiaan orang lain.
Etika di Balik Tradisi
Jika memang ada keinginan untuk mengikuti mitos ini, ada baiknya kita mengubah pendekatan. Daripada mencuri, kenapa tidak mencoba untuk meminta izin terlebih dahulu kepada pengantin? Dengan meminta izin, kita tidak hanya menghormati mereka sebagai pemilik acara, tetapi juga menghargai nilai-nilai kesopanan dan etika.
Lebih dari Sekadar Mitos
Terlepas dari benar atau tidaknya mitos ini, ada baiknya kita merenungkan kembali apa makna sesungguhnya. Mungkin, mitos ini bukan soal bunga melati, melainkan tentang harapan dan keyakinan pada diri sendiri untuk menemukan pasangan hidup.
Alih-alih bergantung pada mitos, ada baiknya kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, seperti meningkatkan kualitas diri, memperluas pergaulan, dan tentunya berdoa. Memiliki harapan dan keyakinan memang penting, tetapi jangan sampai melupakan etika dan merusak kebahagiaan orang lain.