Siapa sangka, di balik sosok pemimpin spiritual miliaran umat Katolik, tersimpan kisah seorang anak imigran Italia yang sederhana? Jorge Mario Bergoglio, nama lahir Paus Fransiskus, adalah bukti bahwa kebesaran tidak selalu lahir dari kemewahan. Kisah hidupnya, dari Buenos Aires hingga Vatikan, adalah cerminan kesederhanaan, dedikasi, dan komitmen pada pelayanan.
Bergoglio lahir di tengah keluarga pekerja. Ayahnya seorang pekerja kereta api, ibunya ibu rumah tangga. Ia tumbuh dalam lingkungan yang jauh dari hiruk pikuk dunia politik atau agama, setidaknya di masa kecilnya. Namun, ketertarikannya pada dunia rohani sudah terlihat sejak dini. Ia bahkan sempat menempuh pendidikan teknik kimia sebelum akhirnya memutuskan untuk mengikuti panggilan jiwa dan bergabung dengan Serikat Yesus.
Perjalanan hidup Bergoglio sebagai seorang Jesuit membawanya pada pendalaman filosofi dan teologi. Setelah ditahbiskan sebagai imam, ia mengajar dan terus mengasah kemampuan kepemimpinannya. Penunjukannya sebagai Uskup Auksilier Buenos Aires, dan kemudian Uskup Agung, menjadi batu loncatan penting dalam karirnya.
Also Read
Di Buenos Aires, ia dikenal sebagai sosok yang merakyat. Alih-alih bermukim di kediaman mewah, Bergoglio lebih memilih tinggal di apartemen sederhana dan menggunakan transportasi umum. Hal ini mencerminkan komitmennya untuk tetap dekat dengan umat, dan bukan sekadar duduk di singgasana. Gaya kepemimpinan ini yang kelak menjadi ciri khasnya sebagai Paus.
Pengangkatannya sebagai Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II semakin mengukuhkan posisinya sebagai tokoh penting dalam Gereja Katolik. Namun, popularitas bukan tujuan utama. Ia tetap aktif dalam pelayanan sosial dan membela kaum miskin.
Momentum besar dalam hidupnya terjadi pada 13 Maret 2013. Jorge Mario Bergoglio terpilih menjadi Paus, menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri. Ia memilih nama Fransiskus, sebuah penghormatan pada Santo Fransiskus dari Assisi, santo yang terkenal dengan kesederhanaannya.
Sebagai Paus, Fransiskus tidak segan mengkritik keras ketidakadilan sosial dan kerusakan lingkungan. Ensiklik "Laudato Si’" menjadi bukti nyata kepeduliannya terhadap bumi dan perlunya tindakan konkret untuk mengatasi perubahan iklim. Ia menyerukan agar gereja menjadi rumah yang inklusif, menerima semua orang tanpa memandang perbedaan.
Paus Fransiskus juga tidak ragu melakukan reformasi dalam struktur gereja, termasuk dalam penanganan kasus pelecehan seksual. Keberaniannya dalam menghadapi masalah-masalah sensitif ini menunjukkan komitmennya pada transparansi dan keadilan.
Gaya hidupnya pun tetap sederhana meski berstatus sebagai pemimpin tertinggi gereja. Ia terus berusaha menjalin interaksi langsung dengan umat, menginspirasi orang di seluruh dunia dengan teladan kesederhanaan dan pelayanan. Pesannya tentang perdamaian, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan melampaui batas-batas agama, menjadikannya tokoh yang didengar dan dihormati oleh banyak kalangan.
Kisah Jorge Mario Bergoglio, atau Paus Fransiskus, adalah tentang perjalanan seorang pria biasa menjadi pemimpin luar biasa. Ia membuktikan bahwa kebesaran bukan tentang kekuasaan atau kemewahan, tetapi tentang bagaimana seseorang melayani sesama dengan tulus dan rendah hati. Jejaknya di dunia akan terus menginspirasi generasi mendatang.