Perbincangan mengenai istimna, atau masturbasi, selalu menghangat, terutama di kalangan mereka yang belum menikah. Dalam perspektif Islam, aktivitas ini bukan sekadar soal pemuasan hasrat, melainkan juga terkait dengan batasan-batasan syariat. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum istimna menurut ajaran Islam?
Secara sederhana, istimna diartikan sebagai upaya mengeluarkan sperma tanpa melalui hubungan seksual. Ini bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan dengan tujuan memuaskan dorongan seksual. Dalam konteks pasangan suami istri, istimna diperbolehkan pada kondisi normal, kecuali saat-saat terlarang seperti puasa, haji, nifas, haid, dan i’tikaf. Namun, bagi mereka yang belum terikat pernikahan, hukumnya menjadi perdebatan di antara para ulama.
Dalil-Dalil yang Melarang Istimna
Mayoritas ulama, termasuk mazhab Maliki dan Syafi’i, mengharamkan istimna. Larangan ini didasarkan pada penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, seperti surat Al-Mukminun ayat 5-6 dan An-Nur ayat 33. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya menjaga kemaluan kecuali pada pasangan yang sah.
Also Read
Lebih jauh, beberapa hadis juga dijadikan landasan untuk mengharamkan istimna. Salah satu hadis menyebutkan bahwa orang yang "menikah dengan tangannya" akan termasuk golongan yang tidak diperhatikan Allah di hari kiamat, bahkan akan dimasukkan ke neraka kecuali mereka bertaubat. Hadis lain juga mengatakan bahwa orang yang melakukan istimna akan datang pada hari kiamat dengan tangan terikat.
Tentu saja, interpretasi hadis dan ayat Al-Qur’an ini tidak tunggal, dan ada beberapa pandangan lain yang lebih permisif. Namun, mayoritas ulama tetap berpendapat bahwa istimna bagi mereka yang belum menikah adalah haram.
Mengapa Istimna Dilarang?
Larangan istimna bukan tanpa alasan. Selain dari dalil-dalil agama, terdapat beberapa pertimbangan yang mendasarinya:
-
Menyalahi Fitrah Seksual: Islam mengajarkan bahwa hubungan seksual yang benar adalah melalui pernikahan. Istimna dianggap sebagai penyimpangan dari fitrah ini dan dapat memicu perilaku seksual yang tidak sehat.
-
Merendahkan Diri: Istimna seringkali dilakukan dalam kesendirian dan dapat menimbulkan perasaan bersalah dan rendah diri. Kondisi ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional.
-
Potensi Ketergantungan: Istimna dapat menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan dan dapat mengarah pada kecanduan. Kecanduan ini tentu saja akan sangat merugikan diri sendiri.
-
Pemborosan Energi: Secara fisik dan psikologis, istimna dapat menguras energi dan membuat seseorang menjadi kurang produktif.
Solusi Alternatif untuk Mengelola Dorongan Seksual
Meskipun Islam melarang istimna, agama ini juga menawarkan solusi alternatif bagi mereka yang kesulitan mengendalikan dorongan seksual:
-
Olahraga Teratur: Melakukan olahraga secara teratur dapat membantu mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran seksual dan juga membantu menstabilkan hormon.
-
Aktivitas Positif: Menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif seperti berkebun, bermain musik, atau berkumpul dengan keluarga dapat membantu mengalihkan perhatian dari godaan istimna.
-
Mendekatkan Diri pada Agama: Dengan memperdalam ilmu agama dan meningkatkan ibadah, seseorang akan lebih mudah mengendalikan diri dan menjauhi perbuatan dosa.
-
Membatasi Akses Pornografi: Menjauhi segala bentuk konten pornografi adalah langkah penting untuk menghindari rangsangan yang memicu hasrat seksual.
-
Menghindari Kesendirian: Dengan tidak menyendiri, fantasi seksual akan lebih sulit muncul. Berinteraksi dengan orang lain juga bisa menjadi terapi positif.
-
Mencari Informasi Akurat: Memahami bahaya dan dampak negatif istimna dapat menjadi motivasi untuk menjauhinya.
-
Bergabung dengan Komunitas Positif: Bergabung dengan komunitas yang memiliki tujuan yang sama untuk berhenti dari kebiasaan istimna dapat memberikan dukungan dan motivasi.
-
Berpuasa: Ibadah puasa dapat membantu melatih pengendalian diri dan juga mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Kesimpulan
Istimna, atau masturbasi, adalah isu yang kompleks dalam Islam. Meskipun ada pandangan yang membolehkan dalam batasan tertentu, mayoritas ulama melarangnya, terutama bagi mereka yang belum menikah. Larangan ini didasarkan pada dalil-dalil agama dan pertimbangan-pertimbangan moral dan kesehatan.
Namun, Islam tidak hanya memberikan larangan, tetapi juga menawarkan solusi alternatif bagi mereka yang berjuang mengendalikan dorongan seksual. Dengan melakukan upaya-upaya positif dan mendekatkan diri kepada Allah, diharapkan kita semua dapat terhindar dari perbuatan yang tidak dibenarkan.