Kemiripan nada dan lirik antara lagu "Helo Kuala Lumpur" dan "Halo-Halo Bandung" kembali menghangatkan diskursus tentang klaim budaya. Lagu anak-anak yang diunggah di kanal YouTube asal Malaysia ini, langsung memantik reaksi keras dari masyarakat Indonesia. Mereka merasa, warisan musik nasional mereka telah "diambil" dan dipoles ulang.
Perbandingan lirik keduanya memang cukup mencolok. "Halo-Halo Bandung" yang melegenda dengan baris "Halo-halo Bandung, ibu kota Periangan/Halo-halo Bandung, kota kenang-kenangan", beresonansi dengan semangat perjuangan dan rasa cinta tanah air. Sementara itu, "Helo Kuala Lumpur" menghadirkan lirik "Sudah lama aku/Sekarang sudah semakin maju", yang terasa generik dan tidak memiliki kedalaman emosional yang sama. Perbedaan ini semakin memperjelas bahwa lagu Malaysia itu menggunakan melodi dari "Halo-Halo Bandung", lagu yang sangat ikonik.
Kontroversi ini bukan sekadar soal lagu semata. Ini adalah refleksi dari perseteruan yang kerap muncul antarnegara serumpun mengenai klaim budaya. Indonesia, dengan kekayaan seni dan budayanya, sering kali dihadapkan pada situasi ketika hasil karyanya diakui sebagai karya dari negara lain. Dalam kasus ini, masyarakat Indonesia tidak hanya merasa dirugikan secara emosional, tetapi juga merasa identitas budayanya terancam.
Also Read
Pihak Malaysia sendiri, di sisi lain, berupaya mengklaim "Helo Kuala Lumpur" sebagai karya asli. Namun, klaim ini sulit diterima karena kemiripan melodi yang begitu kentara. Justru, pembelaan semacam ini hanya memperkeruh suasana dan meningkatkan eskalasi konflik.
Kasus "Helo Kuala Lumpur" ini harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perlindungan hak cipta, khususnya untuk karya seni dan budaya, sangat penting. Ini juga menjadi momentum untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghargai karya orang lain, termasuk warisan budaya bangsa lain.
Lebih dari sekadar persoalan plagiat, kasus ini juga membuka mata kita tentang pentingnya diplomasi budaya yang efektif. Membangun dialog dan saling menghormati antarnegara, terutama dalam konteks budaya, jauh lebih penting ketimbang mempertahankan ego dan klaim yang tidak berdasar. Kita perlu belajar untuk saling menghargai dan merayakan keunikan masing-masing, bukan saling mengklaim dan meniadakan. Kasus "Helo Kuala Lumpur" adalah pengingat bahwa budaya adalah jembatan, bukan tembok pemisah.