Dunia kedokteran kembali berduka. Aulia Risma Lestari, seorang dokter muda yang dikenal cerdas dan berdedikasi, ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya pada Senin (12/8/2024). Diduga, ia mengakhiri hidupnya sendiri akibat tekanan berat dan perundungan yang dialaminya selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang.
Aulia, yang sebelumnya menorehkan prestasi gemilang sejak kuliah di Fakultas Kedokteran Islam Sultan Agung dengan IPK cumlaude, harus menghadapi kenyataan pahit di masa pendidikan spesialisnya. Tekanan mental dan perundungan yang diduga dilakukan oleh senior atau rekan sejawat, menjadi pemicu tragedi ini. Aulia ditemukan tak bernyawa dengan kondisi yang memilukan, dengan dugaan kuat ia menggunakan obat bius yang seharusnya hanya boleh diakses oleh dokter spesialis.
Kisah di Balik Kepergian Aulia: Tekanan Sistemik dalam Pendidikan Dokter Spesialis
Kepergian Aulia membuka mata kita terhadap sisi gelap dunia pendidikan kedokteran, khususnya dalam program spesialis. Budaya hierarki yang kaku, beban kerja yang tak manusiawi, dan praktik perundungan terselubung, menjadi permasalahan yang sudah lama terpendam.
Also Read
Bukan rahasia lagi jika para dokter muda, termasuk peserta PPDS, kerap kali dihadapkan pada situasi yang sangat berat. Mereka dituntut untuk bekerja dengan jam yang panjang, tekanan yang tinggi, serta minimnya dukungan mental. Ironisnya, lingkungan yang seharusnya mendukung perkembangan mereka justru menjadi sarang perundungan.
Praktik intimidasi, verbal abuse, hingga diskriminasi, bukanlah hal baru dalam dunia PPDS. Banyak dokter muda yang akhirnya merasa tertekan, depresi, bahkan putus asa. Sayangnya, budaya "tutup mulut" sering kali membuat kasus-kasus ini tak pernah terungkap ke permukaan.
Respons Pemerintah dan Panggilan untuk Perubahan
Kematian Aulia tidak bisa lagi diabaikan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merespons cepat dengan mengeluarkan surat perintah penghentian sementara Program Studi Anestesi di RSUP Dr. Kariadi Semarang hingga investigasi menyeluruh dilakukan. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membongkar akar masalah perundungan dalam lingkungan pendidikan kedokteran.
Namun, tindakan ini saja tidak cukup. Diperlukan perubahan sistemik dan budaya yang lebih mendasar. Pertama, perlunya reformasi sistem pendidikan PPDS, dengan pengurangan beban kerja yang tidak manusiawi, peningkatan pengawasan terhadap praktik perundungan, dan pembentukan mekanisme pelaporan yang aman dan efektif.
Kedua, diperlukan kesadaran dari seluruh pihak, mulai dari senior, dosen, hingga pihak rumah sakit, untuk menciptakan lingkungan yang suportif dan bebas dari perundungan. Praktik hierarki yang kaku dan intimidatif harus ditinggalkan, diganti dengan budaya saling menghormati dan mendukung.
Ketiga, pentingnya dukungan psikologis bagi para dokter muda. Para dokter muda juga perlu mendapatkan edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan bagaimana mencari bantuan saat mengalami tekanan.
Kematian Aulia adalah tragedi yang seharusnya tidak perlu terjadi. Kisah ini menjadi pengingat yang keras bahwa kesehatan mental dan fisik para dokter muda adalah prioritas yang tidak boleh diabaikan. Perubahan sistemik dan budaya yang mendalam harus segera diimplementasikan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Aulia mungkin telah pergi, namun perjuangannya untuk menciptakan lingkungan pendidikan dokter yang lebih manusiawi harus terus kita gaungkan.