Daud Kim, nama yang sempat melambung di dunia maya karena konten-kontennya tentang kehidupan sebagai seorang mualaf di Korea Selatan, kini kembali menjadi sorotan. Bukan karena inspirasi spiritual, melainkan serangkaian kontroversi dan dugaan penipuan yang mengusik rasa kepercayaan publik. Kisahnya adalah potret getir bagaimana popularitas dan ketulusan, bisa jadi topeng untuk kepentingan pribadi.
Dari Hidayah ke Kontroversi
Perjalanan Daud Kim menjadi seorang mualaf memang menarik perhatian. Di tengah dominasi agama Buddha dan Kristen di Korea Selatan, ia hadir sebagai representasi minoritas muslim yang berani dan terbuka. Video-videonya tentang kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim Korea dengan cepat menjadi viral, memikat hati banyak orang dari berbagai penjuru dunia.
Namun, di balik senyum dan kata-kata bijaknya, muncul berbagai skandal yang mencoreng reputasinya. Kasus pelecehan seksual di tahun 2019 menjadi salah satu noda yang sulit dilupakan. Ia sempat mengakui perbuatannya, namun banyak yang meragukan ketulusan permintaan maafnya. Lebih mengejutkan lagi, Daud Kim pernah mengakui bahwa ia tidak serius memeluk Islam dan menjadikannya sebagai bahan konten semata. Pengakuan yang mengindikasikan bagaimana agama bisa saja dimanipulasi untuk kepentingan popularitas.
Also Read
Setelah itu, muncul pula drama perceraian dan rujuk dengan istrinya, Mia. Alih-alih menjadi contoh keluarga muslim yang harmonis, rumah tangganya justru berakhir dengan tuduhan KDRT dan perselingkuhan. Kontroversi demi kontroversi terus menerpa Daud Kim, mengikis kepercayaan publik yang sempat ia dapatkan.
Donasi Masjid: Niat Tulus atau Modus Operandi?
Di tengah kontroversi yang bertubi-tubi, Daud Kim kembali muncul dengan niat mulia: membangun masjid di Korea Selatan. Ia menggalang donasi dari para pengikutnya, menggunakan rekening pribadi. Di sinilah masalah utama muncul.
Ayana Moon, seorang influencer muslim Korea Selatan yang lebih dulu dikenal, menjelaskan bahwa penggalangan dana untuk tujuan keagamaan di Korea Selatan tidak boleh dilakukan melalui rekening pribadi. Semua donasi harus melewati badan resmi yang terpercaya. Tindakan Daud Kim yang menggunakan rekening pribadi jelas menyalahi aturan dan berpotensi disalahgunakan.
Kekhawatiran publik semakin memuncak ketika terungkap bahwa ini bukan kali pertama Daud Kim melakukan penggalangan dana untuk masjid. Sebelumnya, ia pernah melakukan hal serupa untuk pembangunan masjid di Daegu, namun hanya sebagian kecil dana yang sampai ke pihak berwenang. Fakta ini menimbulkan kecurigaan bahwa Daud Kim menggunakan donasi tersebut untuk kepentingan pribadi.
Transparansi adalah Kunci
Kasus Daud Kim adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Di era media sosial yang serba cepat, kita sering kali mudah terpukau oleh popularitas dan narasi yang menarik. Kita kerap lupa untuk bersikap kritis dan melakukan verifikasi sebelum memberikan dukungan.
Penting bagi kita untuk selalu memeriksa latar belakang dan rekam jejak seseorang sebelum mempercayainya, terutama ketika menyangkut masalah finansial dan kepercayaan. Transparansi adalah kunci. Penggalangan dana yang legal harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan lembaga resmi yang kredibel.
Daud Kim memang memiliki hak untuk bertaubat dan berbuat baik, tetapi ia juga harus mempertanggungjawabkan setiap tindakan dan perkataannya. Jika memang niatnya tulus untuk membangun masjid, maka ia harus melakukannya dengan cara yang benar dan transparan. Jika tidak, maka ia hanya akan terus terjerumus dalam lingkaran kontroversi dan kehilangan kepercayaan publik.
Kisah Daud Kim menjadi pengingat bahwa menjadi influencer bukan sekadar tentang popularitas, tetapi juga tentang tanggung jawab moral dan etika. Dan bagi kita sebagai audiens, kita harus lebih bijak dalam memilah dan memilih siapa yang kita percayai.