Fenomena Arba Mustamir, atau Rabu terakhir di bulan Safar, kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat muslim Indonesia. Istilah ini, yang merujuk pada sebuah momen dalam kalender Hijriah, memunculkan beragam interpretasi dan praktik yang menarik untuk disimak. Di satu sisi, ada keyakinan yang mengaitkannya dengan datangnya bala bencana, sementara di sisi lain, ada yang melihatnya sebagai kesempatan untuk memohon keberkahan dan keselamatan.
Tahun ini, Arba Mustamir jatuh pada tanggal 13 September 2023. Bagi sebagian masyarakat, khususnya di beberapa daerah di Jawa, momen ini lebih dikenal dengan sebutan Rebo Wekasan. Tradisi yang mengiringi perayaan ini cukup beragam, menunjukkan kekayaan budaya dan spiritualitas lokal. Di beberapa daerah, misalnya, masyarakat menggelar acara ruwatan atau selamatan, sebuah ritual yang bertujuan untuk memohon perlindungan dari bahaya dan menghormati leluhur.
Salah satu ciri khas perayaan Rebo Wekasan adalah pembuatan lemper raksasa. Lemper ini bukan sekadar makanan, melainkan simbol kebersamaan dan syukur. Setelah dibuat, lemper raksasa ini dibagikan kepada masyarakat yang hadir, menciptakan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Selain lemper, berbagai hidangan khas daerah juga turut disajikan, menambah semarak perayaan.
Also Read
Keyakinan yang menyelimuti Arba Mustamir memang bervariasi. Ada yang meyakini bahwa di hari ini, Allah SWT menurunkan ratusan ribu bala bencana ke bumi. Keyakinan ini, yang bersumber dari kitab Al Jawahir Al Khoms, mendorong umat muslim untuk memperbanyak doa dan amalan. Amalan-amalan yang dianjurkan meliputi membaca doa-doa khusus, melakukan sholat sunnah, bersedekah, dan memperbanyak dzikir. Tujuannya jelas, yaitu memohon perlindungan dan keberkahan dari Allah SWT.
Namun, di tengah keyakinan akan adanya bala bencana, ada juga yang melihat Arba Mustamir sebagai waktu yang tepat untuk memperkuat spiritualitas. Mereka meyakini bahwa doa-doa yang dipanjatkan di hari ini akan lebih mudah dikabulkan. Hal ini mendorong mereka untuk meningkatkan ibadah, merenungkan diri, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Perbedaan interpretasi ini menunjukkan bahwa Arba Mustamir bukan hanya sekadar hari biasa dalam kalender Hijriah. Ia adalah sebuah momen yang sarat makna, dipengaruhi oleh tradisi lokal, keyakinan agama, dan pengalaman spiritual. Perayaan Arba Mustamir menjadi cermin dari bagaimana masyarakat muslim Indonesia memaknai waktu, mengelola ketakutan, dan mencari kedekatan dengan Tuhan.
Penting untuk dicatat bahwa di tengah perbedaan pandangan, esensi dari Arba Mustamir adalah upaya untuk memohon perlindungan dan keberkahan dari Allah SWT. Baik melalui ritual tradisi maupun amalan ibadah, tujuannya sama: yaitu keselamatan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Arba Mustamir mengajak kita untuk merenungkan kembali makna hidup, memperkuat iman, dan mempererat tali silaturahmi. Di balik semua perbedaan, ada satu kesamaan, yaitu keinginan untuk hidup dalam rahmat dan ridho Allah SWT.