Tragedi Kanjuruhan yang merenggut ratusan nyawa menyisakan duka mendalam bagi sepak bola Indonesia. Di tengah suasana berkabung, tembok Stadion Kanjuruhan dipenuhi coretan-coretan bernada protes. Salah satu yang paling menonjol adalah kode "1312" dan "ACAB". Apa sebenarnya makna di balik kode-kode ini? Mengapa ia muncul di tragedi Kanjuruhan?
1312 dan ACAB: Simbol Perlawanan Terhadap Aparat
Kode "1312" dan "ACAB" bukanlah sekadar angka dan singkatan biasa. Keduanya adalah representasi dari ungkapan "All Cops Are Btards" atau "Semua Polisi Adalah Bajgan". Angka "1312" merupakan kode numerik, di mana setiap angka mewakili huruf dalam abjad: A=1, C=3, dan B=2.
Coretan ini bukan hanya sekadar umpatan, melainkan sebuah pernyataan politik dan simbol perlawanan terhadap tindakan polisi yang dianggap brutal dan tidak adil. Kemunculan kode ini di Stadion Kanjuruhan merupakan bentuk ekspresi kemarahan dan kekecewaan publik terhadap penanganan tragedi tersebut. Banyak pihak menilai penggunaan gas air mata oleh aparat sebagai pemicu kepanikan massal yang berujung pada jatuhnya ratusan korban jiwa.
Also Read
Sejarah Panjang ACAB: Dari Inggris Hingga Mendunia
Asal-usul kode ACAB ternyata berakar jauh di Inggris pada pertengahan abad ke-20. Awalnya, singkatan "All Coppers Are B**tards" digunakan oleh para pekerja yang melakukan aksi mogok kerja pada era 1940-an. Frasa ini kemudian mulai populer dalam gerakan punk pada era 1970-an, menjadi simbol perlawanan terhadap otoritas dan kebrutalan polisi.
Melalui musik punk, istilah ini menyebar ke seluruh dunia, menjadi bagian dari gerakan anarkis dan anti-otoriter. Di berbagai negara, kode ACAB atau 1312 sering ditemukan dalam bentuk grafiti, spanduk, dan bahkan pakaian, sebagai bentuk protes terhadap tindakan represif aparat.
ACAB dalam Konteks Tragedi Kanjuruhan: Ekspresi Kekecewaan yang Mendalam
Kemunculan kode ACAB dan 1312 di tembok Stadion Kanjuruhan bukanlah kebetulan. Coretan ini merupakan akumulasi dari kekecewaan publik terhadap tindakan polisi yang dianggap memicu tragedi kemanusiaan. Penggunaan gas air mata di dalam stadion yang penuh sesak dinilai sebagai langkah yang fatal dan tidak proporsional.
Coretan ini menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, serta harapan akan adanya reformasi dan perbaikan dalam sistem kepolisian. Tragedi Kanjuruhan bukan hanya sekadar peristiwa duka, tetapi juga sebuah momentum bagi masyarakat untuk menyuarakan kritik dan menuntut akuntabilitas.
Lebih dari Sekadar Umpatan: Sebuah Refleksi
Penggunaan kode ACAB atau 1312 memang kontroversial dan seringkali disalahartikan sebagai kebencian terhadap seluruh anggota kepolisian. Namun, di balik kode-kode ini tersimpan makna yang lebih dalam. Ini adalah ungkapan kekecewaan dan kemarahan atas tindakan aparat yang dianggap melampaui batas, serta harapan akan adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
Dalam konteks tragedi Kanjuruhan, coretan ACAB dan 1312 menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya penegakan hukum yang adil, profesional, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ini adalah sebuah seruan untuk reformasi institusi kepolisian agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
Pesan dari Coretan di Tembok Stadion
Coretan di tembok Stadion Kanjuruhan bukan sekadar vandalisme. Ia adalah simbol perjuangan, harapan, dan kemarahan. Ia adalah suara dari mereka yang merasa terluka dan tidak didengarkan. Coretan-coretan ini adalah pesan bagi kita semua bahwa keadilan adalah sesuatu yang harus terus diperjuangkan, dan tragedi Kanjuruhan adalah sebuah pelajaran yang tidak boleh dilupakan.
Dengan memahami makna di balik kode ACAB dan 1312, kita dapat lebih menghargai aspirasi masyarakat dan berupaya untuk menciptakan sistem kepolisian yang lebih baik dan melayani. Tragedi Kanjuruhan tidak boleh menjadi sia-sia, harus menjadi momentum perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.