Nabi Muhammad SAW, utusan terakhir Allah SWT, bukan hanya seorang nabi, tetapi juga pemimpin, guru, dan teladan bagi seluruh umat manusia. Kisah hidupnya, dari kelahiran hingga wafat, penuh dengan pelajaran dan hikmah yang tak lekang oleh waktu. Sering kita mendengar tentang Isra Mi’raj, perjalanan spiritual beliau ke langit ke-7. Namun, momen wafatnya Rasulullah SAW juga merupakan bagian penting dari sejarah Islam yang perlu kita renungi. Kapan wafatnya Nabi Muhammad? Artikel ini akan mengulasnya, serta mencoba menggali lebih dalam makna di balik peristiwa tersebut.
Lahir pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah (571 M), Rasulullah SAW dibesarkan di Makkah, kota yang kelak menjadi pusat peradaban Islam. Beliau diutus sebagai penyempurna ajaran agama-agama sebelumnya, membawa wahyu Al-Quran sebagai pedoman hidup umat manusia. Dengan akhlak mulia dan kepribadian yang agung, Nabi Muhammad SAW menjadi teladan yang tak tertandingi.
Menjelang akhir hayatnya, kondisi kesehatan Rasulullah SAW menurun setelah menunaikan Haji Wada’. Beliau mulai merasakan sakit kepala saat menghadiri pemakaman di Baqi pada bulan Shafar. Meski sakit, Rasulullah SAW tetap memimpin umat dalam ibadah dan memberikan pengajaran. Puncaknya, Rasulullah SAW meminta air dari tujuh kantong yang diambil dari berbagai sumur untuk disiramkan ke tubuhnya dengan harapan dapat kembali menyampaikan wasiatnya kepada umat. Upaya ini menunjukkan betapa besar tanggung jawab yang beliau emban, bahkan di saat-saat terakhir hidupnya.
Also Read
Setelah merasa sedikit membaik, Rasulullah SAW hadir di masjid dan berpidato di hadapan para sahabat. Beliau duduk di mimbar dengan kepala terikat, namun tetap bersemangat memberikan petunjuk dan bimbingan. Kondisi fisik yang semakin lemah tidak menghentikan beliau untuk terus mengimami salat lima waktu. Bahkan, ketika sudah tidak mampu lagi, beliau menunjuk Abu Bakar As-Siddiq RA untuk menggantikannya sebagai imam. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya ibadah dalam kehidupan seorang muslim.
Akhirnya, pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 11 Hijriah atau bertepatan dengan 8 Juni 632 Masehi, Rasulullah SAW menghembuskan nafas terakhirnya. Di saat-saat menjelang wafat, beliau masih menyempatkan diri untuk memberikan nasihat terakhir dengan suara terbata-bata. Pesan-pesan ini sangat penting bagi umat muslim hingga kini:
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta-Nya. Maka, taati dan bertakwalah hanya kepadan-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunah dan Al-Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan bersama-sama masuk surga bersamaku."
Kalimat terakhir yang diucapkan Rasulullah SAW adalah "Umatku, umatku, umatku." Ini bukan sekadar kata-kata perpisahan, tetapi ungkapan kasih sayang dan perhatian yang mendalam terhadap umatnya. Rasulullah SAW wafat dalam keadaan menjalankan amanah sebagai utusan Allah, dengan mewariskan Al-Quran dan sunnah sebagai pedoman hidup.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW bukanlah akhir dari segalanya. Ia adalah awal dari babak baru bagi umat Islam. Pesan-pesan terakhir beliau, tentang pentingnya ketaatan kepada Allah, kecintaan pada sunnah, dan kasih sayang terhadap sesama, menjadi bekal yang tak ternilai. Kisah wafatnya Rasulullah SAW mengajarkan kita tentang arti pengorbanan, tanggung jawab, dan cinta yang tak berkesudahan. Mari kita jadikan kisah ini sebagai inspirasi untuk terus berupaya menjadi muslim yang lebih baik dan mencintai Rasulullah SAW dengan mengikuti ajaran dan sunnahnya.
