Pancasila, bukan sekadar hafalan lima sila, melainkan fondasi negara yang menyatukan keberagaman Indonesia. Memahami Pancasila berarti menelusuri jejak sejarahnya, mulai dari perumusan hingga bagaimana cara kita melafalkannya. Mari kita dalami lebih lanjut.
Awal Mula Perumusan: Perdebatan para Bapak Bangsa
Sebelum Indonesia merdeka, para tokoh bangsa menyadari betul pentingnya dasar negara. BPUPKI, badan yang dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan, menjadi saksi bisu perdebatan sengit tentang ideologi yang tepat bagi bangsa ini.
Dalam sidang pertama BPUPKI, tiga tokoh utama, Moh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno, tampil dengan gagasan masing-masing.
Also Read
-
Moh. Yamin (29 Mei 1945): Mengusulkan dasar negara baik secara lisan maupun tertulis. Usulan lisannya menekankan peri kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Sementara usulan tertulisnya lebih mengerucut pada Ketuhanan yang Maha Esa, Kebangsaan persatuan Indonesia, rasa kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
-
Soepomo (31 Mei 1945): Menawarkan gagasan yang berorientasi pada persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat. Ia menekankan pentingnya negara mempersatukan semua golongan.
-
Ir. Soekarno (1 Juni 1945): Mengajukan konsep Philosophische Grondslag, sebuah fundamen filosofis yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Ia mengusulkan Kebangsaan Indonesia, Internasional Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Maha Esa.
Pengesahan dan Sistematisasi Pancasila
Pancasila akhirnya disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI, bersamaan dengan pengesahan UUD 1945. Rumusan Pancasila tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Namun, perdebatan tentang sistematika penulisan dan pengucapan Pancasila belum sepenuhnya selesai.
Penegasan Sistematika: Dari Soekarno hingga Soeharto
Penting untuk diketahui, sistematika tata tulis dan pengucapan Pancasila pertama kali ditegaskan oleh Ir. Soekarno saat sidang BPUPKI. Namun, penegasan lebih lanjut dilakukan melalui Instruksi Presiden No. 12/1968 oleh Presiden Soeharto pada 13 April 1968. Instruksi ini memastikan keseragaman dalam penulisan dan pengucapan Pancasila di seluruh Indonesia.
Lebih dari Sekadar Rumusan: Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Pancasila bukan hanya sekadar teks atau hafalan. Ia adalah panduan hidup bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
- Menghargai perbedaan: Menghormati agama dan keyakinan orang lain, serta menghargai perbedaan pendapat adalah wujud nyata dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sila ketiga, Persatuan Indonesia.
- Gotong Royong dan Solidaritas: Terlibat dalam kegiatan sosial, membantu sesama, dan menghargai keputusan musyawarah adalah bentuk pengamalan sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
- Menjunjung Tinggi Keadilan: Berperilaku adil terhadap semua orang adalah cerminan dari sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kesimpulan: Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa
Pancasila adalah warisan berharga dari para pendiri bangsa. Dengan memahami sejarah perumusannya, sistematika penulisan dan pengucapannya, serta mengamalkan nilai-nilainya, kita dapat semakin menghargai Pancasila sebagai dasar negara dan pemersatu bangsa Indonesia. Mempelajari Pancasila bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang masa depan Indonesia yang lebih baik. Dengan begitu, kita bisa memaknai Pancasila lebih dalam dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.