Permainan tradisional seperti congklak, bekel, atau lompat tali, kerap menjadi kenangan masa kecil yang manis. Sebelum memulai, biasanya ada ritual "hompimpa alaium gambreng" untuk menentukan urutan bermain. Kalimat yang akrab di telinga ini, ternyata menyimpan makna mendalam yang jarang diketahui banyak orang. Bukan sekadar aba-aba, "hompimpa alaium gambreng" adalah warisan budaya yang sarat nilai dan relevan untuk diajarkan pada anak-anak.
Banyak yang menganggap kalimat ini sekadar pengantar sebelum menentukan giliran bermain. Padahal, "Hompimpa Alaium Gambreng" memiliki akar bahasa Sansekerta dan makna religius, yaitu "Dari Tuhan kembali ke Tuhan, mari kita bermain." Sebuah pengingat bahwa kehidupan adalah anugerah dan pada akhirnya akan kembali pada Sang Pencipta. Lebih dari itu, ia menjadi ajakan untuk menikmati permainan dengan sukacita.
Di era digital ini, di mana anak-anak lebih terpikat dengan game online, memperkenalkan permainan tradisional dan filosofi di baliknya, menjadi tantangan tersendiri. Mengapa tidak mencoba "hompimpa alaium gambreng" sebagai jembatan? Bukan hanya tentang menentukan siapa yang lebih dulu, melainkan menanamkan nilai-nilai luhur.
Also Read
Saat anak-anak mengucapkannya dan menunjukkan telapak atau punggung tangan, mereka secara tidak langsung belajar menerima hasil dengan lapang dada, baik menang maupun kalah. Sebuah pelajaran penting yang sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari. Hompimpa juga secara tak langsung mengajarkan musyawarah dan kerja sama. Meskipun terlihat sederhana, proses pemilihan menggunakan hompimpa seringkali menjadi ajang perdebatan kecil yang melatih anak untuk bernegosiasi dan menghargai perbedaan pendapat.
Selain itu, permainan tradisional dengan hompimpa dapat menjadi alternatif yang lebih sehat dan interaktif dibandingkan dengan gadget. Dengan memainkan permainan tradisional, anak tidak hanya bergerak aktif, tetapi juga belajar bersosialisasi dengan teman-temannya secara langsung. Orang tua bisa menggunakan momentum ini untuk mengajarkan anak-anak tentang budaya, sejarah, dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap permainan.
Meskipun era digital terus berkembang, warisan budaya seperti "hompimpa alaium gambreng" tidak boleh dilupakan. Mengajarkan anak-anak tentang makna dan nilai di balik kalimat ini adalah investasi berharga untuk membentuk karakter dan pandangan hidup mereka. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya menjadi generasi yang melek teknologi, tetapi juga generasi yang berakar pada budaya dan nilai-nilai luhur bangsanya. Mari kita lestarikan dan wariskan keindahan dan kearifan dari setiap kalimat yang kita ucapkan, bahkan dari yang seringkali kita anggap biasa saja.