Menjadi ayah, sebuah peran yang tak pernah diajarkan di bangku sekolah, seringkali terasa seperti terjun bebas tanpa parasut. Dari seorang pria yang hanya berstatus suami, tiba-tiba harus mengemban tanggung jawab baru: menjadi pelindung, guru, dan teman bagi buah hati. Tak heran jika banyak ayah baru merasa canggung, bahkan melakukan ‘blunder’ di awal-awal perjalanan mereka.
Sama seperti membangun candi dalam semalam, menjadi ayah yang mahir bukanlah proses instan. Ada proses panjang yang harus dilalui, penuh dengan trial and error. Kita sering melihat ayah kita, kakek kita, atau bahkan kakak kita sebagai contoh, tapi setiap ayah tetaplah individu dengan tantangan dan perjuangan uniknya masing-masing.
Bayangkan, sudah diberi ‘briefing’ sedetail mungkin soal perlengkapan bayi, tetap saja ada momen salah tingkah. Tisu basah yang seharusnya mudah dijangkau justru jadi misteri tersembunyi di dalam tas, padahal ada di saku samping. Atau saat mengganti popok, bagian depan malah jadi bagian belakang, bahkan yang dalam malah di luar. Lucu sekaligus bikin geleng-geleng kepala, bukan?
Also Read
Kecanggungan dan ‘keblunderan’ ini adalah hal yang wajar, bagian dari proses adaptasi. Yang terpenting adalah bagaimana seorang ayah merespons setiap tantangan tersebut. Apakah ia akan menyerah atau justru berusaha mencari solusi? Di sinilah letak pembuktian seorang ayah yang sesungguhnya.
Seperti yang sering terjadi, saat ASI ibu seret karena kelelahan, seorang ayah dengan sigap akan mencari solusi. Bermodalkan googling dan sedikit intuisi, ia akan ‘ngegas’ membeli susu pelancar ASI atau camilan bergizi untuk istri tercinta. Ini adalah bukti bahwa meskipun canggung, seorang ayah selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga.
Perspektif baru juga muncul dari sudut pandang ayah itu sendiri. Seringkali, ibu cenderung panik dan menerka-nerka penyebab penyakit anak. Di sinilah peran ayah sebagai penenang dan pemberi solusi yang rasional. Alih-alih ikut larut dalam kepanikan, seorang ayah akan mengajak ibu untuk segera mencari pertolongan medis agar tidak berlarut-larut dalam kecemasan.
Seiring berjalannya waktu, seiring dengan pengalaman yang didapat, seorang ayah akan bertransformasi. Ia tidak lagi kaku dan takut, tetapi menjadi sosok yang lebih luwes dan adaptif. Ia akan belajar memahami kebutuhan anak, kapan harus bersikap lembut, dan kapan harus tegas. Terlebih saat seorang ayah menghadapi anak perempuan, proses pembelajaran menjadi lebih berkesan dan penuh tantangan.
Menjadi ayah adalah sebuah perjalanan panjang yang tak pernah selesai. Tak ada sekolah khusus untuk menjadi ayah dan ibu. Maka, kesalahan adalah hal yang manusiawi. Yang terpenting adalah bagaimana kita terus belajar, memperbaiki diri, dan memberikan yang terbaik bagi keluarga. Karena pada akhirnya, menjadi ayah yang baik adalah tentang upaya tanpa henti untuk mencintai dan melindungi keluarga.