Ustad Jefri Al Buchori, atau yang akrab disapa Uje, adalah sosok yang tak lekang oleh waktu. Kepergiannya pada tahun 2013 silam masih menyisakan duka mendalam bagi banyak orang. Baru-baru ini, namanya kembali menjadi perbincangan setelah disandingkan dengan kepergian suami Jennifer Coppen. Namun, di balik perbincangan tersebut, mari kita kembali menelusuri kisah hidup Uje, seorang pendakwah, penyanyi, dan aktor yang begitu dicintai.
Lahir di Jakarta, Tumbuh dengan Dua Sisi Kehidupan
Uje lahir di Jakarta, buah hati dari pasangan Ismail Modal dan Tatu Mulyana. Masa kecilnya dihabiskan di kawasan Jalan Pangeran Jayakarta. Ia menempuh pendidikan dasar di SD 07 Karang Anyar, lalu melanjutkan ke pesantren modern Daar El-Qolam. Namun, perjalanan pendidikannya tak selalu mulus. Perilaku yang kurang baik membuatnya berpindah ke Madrasah Aliyah setelah empat tahun di pesantren.
Meskipun begitu, bakat Uje dalam agama dan kesenian tak bisa dipungkiri. Ia bahkan meraih prestasi dalam MTQ hingga tingkat provinsi. Namun, masa mudanya juga diwarnai dengan lika-liku kehidupan, termasuk ketergantungan pada narkoba dan gaya hidup yang kurang positif. Meski sempat terjerumus, Uje berhasil bangkit dan menemukan jalan hidupnya dalam dunia dakwah. Ini menjadi bukti bahwa setiap orang punya kesempatan untuk berubah dan menjadi lebih baik.
Also Read
Dari Aktor Hingga Penceramah Populer
Karier Uje di dunia hiburan dimulai dari ketertarikannya pada dunia seni peran. Ia seringkali menyambangi Institut Kesenian Jakarta dan mengikuti latihan sinetron. Bahkan, ia pernah membintangi sinetron "Pendekar Halilintar" dan "Sayap Patah" di TVRI. Tak hanya itu, Uje juga sempat menjadi penari di kelab malam. Kehidupan yang penuh warna ini memberikan pengalaman berharga bagi Uje, yang kemudian ia gunakan dalam dakwahnya.
Perjalanan Uje sebagai penceramah dimulai pada tahun 1999, saat ia menggantikan kakaknya menjadi imam masjid di Singapura. Seiring berjalannya waktu, ia menjelma menjadi pendakwah muda yang begitu populer, terutama di kalangan remaja. Gaya ceramahnya yang santai, kekinian, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari membuat banyak orang merasa terhubung dengan pesan-pesan yang ia sampaikan. Acara "Salam Sahur" di Trans7 pada tahun 2002 menjadi titik balik popularitasnya. Sejak saat itu, Uje menjadi langganan di berbagai program ceramah televisi.
Tak hanya pandai berbicara, Uje juga piawai dalam bernyanyi. Ia merilis beberapa album rohani yang sangat populer, seperti "Lahir Kembali", "Shalawat", dan "Shalawat & Nasyid Terbaik". Ia juga pernah berkolaborasi dengan band Ungu dalam lagu "Surga Hati". Karya-karyanya ini semakin memantapkan posisinya sebagai salah satu tokoh agama yang dicintai masyarakat.
Tragedi yang Mengubah Segalanya
Pada malam yang naas, 26 April 2013, Uje mengalami kecelakaan tunggal saat mengendarai motor Kawasaki ER-6n di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Saat melewati Jalan Gedung Hijau Raya, ia diduga kehilangan kendali dan menabrak pohon palem. Benturan keras membuat Uje terpental beberapa meter.
Uje sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong. Pihak kepolisian menduga bahwa kecelakaan itu terjadi karena Uje mengantuk dan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Kecelakaan ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga keselamatan saat berkendara, dan bahwa kita semua memiliki keterbatasan sebagai manusia.
Jenazah Uje kemudian disemayamkan di rumah duka, lalu disalatkan di Masjid Istiqlal, dan dimakamkan di TPU Karet Bivak. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang mengaguminya.
Uje: Warisan Dakwah yang Tak Pernah Padam
Ustad Jefri Al Buchori bukan hanya sekadar pendakwah. Ia adalah sosok yang inspiratif, yang mampu menyentuh hati banyak orang dengan gaya ceramahnya yang khas. Ia mengajarkan bahwa agama bisa dipahami dengan cara yang menyenangkan dan relevan dengan kehidupan modern. Meski telah tiada, karya dan pesan-pesan dakwahnya tetap hidup di hati banyak orang, menjadi warisan berharga yang tak pernah padam. Uje membuktikan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua dan tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kepergiannya pun menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa hidup adalah perjalanan yang sementara.