Lagu "Tarpaima" dari Osen Hutasoit, yang dirilis pada November 2021, terus menggema di kalangan pendengar musik Indonesia. Bukan hanya karena melodi syahdunya, tetapi juga karena liriknya yang begitu relatable dengan pengalaman banyak orang. Lagu ini, yang telah ditonton lebih dari setengah juta kali di YouTube, menceritakan tentang kisah cinta yang menggantung, di mana salah satu pihak menjadi korban PHP (Pemberi Harapan Palsu).
Menelisik Lebih Dalam Makna "Tarpaima": Antara Cinta, Perbandingan, dan Keikhlasan
"Tarpaima" dalam bahasa Batak sendiri berarti "menunggu." Dalam konteks lagu ini, menunggu bukan hanya tentang menanti kepastian, tetapi juga tentang pergulatan batin seorang individu yang dihadapkan pada perbandingan dan ketidakmampuan untuk memberikan apa yang diinginkan pasangannya. Lirik seperti "Tarbege au ma muse dah hasian, adong di bawa i naso adong di au" (Kudengar lagi sayang, ada pada dirinya yang tidak ada padaku), menggambarkan perasaan minder dan insecure yang kerap menghantui mereka yang merasa kurang.
Lebih dalam lagi, "Tarpaima" juga menyentuh isu social comparison dalam hubungan. Ketika seseorang merasa dirinya tidak cukup, akan ada kecenderungan untuk melihat kelebihan orang lain. Hal ini diperparah dengan adanya anggapan bahwa "rumput tetangga selalu lebih hijau." Akibatnya, perasaan rendah diri muncul dan menghantui, bahkan menggerogoti keharmonisan hubungan.
Also Read
Namun, dibalik rasa sakit dan ketidakpastian, ada juga pesan keikhlasan yang tersirat dalam lagu ini. Bait seperti "Sadar do au molo ditinggalhon ho, tidak salah jika kau ragu padaku" (Aku sadar jika kamu harus pergi, tidak salah jika kamu ragu padaku), menunjukkan bahwa sang penyanyi berusaha menerima kemungkinan terburuk dan tidak memaksakan kehendak. Ini adalah bentuk kedewasaan dalam menyikapi hubungan yang tidak berjalan sesuai harapan.
Bukan Sekadar Curhat, Tapi Refleksi Realita Cinta Masa Kini
"Tarpaima" bukan sekadar lagu curhat tentang korban PHP. Ia merefleksikan realitas cinta masa kini, di mana ketidakpastian seringkali menjadi bagian dari drama percintaan. Di era media sosial, perbandingan menjadi semakin mudah dilakukan. Highlight reel orang lain kerap membuat kita merasa kurang, termasuk dalam hal percintaan.
Lagu ini memberikan ruang bagi pendengarnya untuk merenung dan bertanya pada diri sendiri: Apakah kita sudah cukup mencintai diri sendiri? Apakah kita menjalin hubungan karena cinta sejati, atau hanya karena takut kesepian dan FOMO (Fear of Missing Out)?
Pesan Untuk Kita Semua
"Tarpaima" bukan hanya lagu galau yang enak didengarkan, tetapi juga pengingat bagi kita semua. Bahwa cinta tidak selalu tentang memiliki, tetapi juga tentang melepaskan. Bahwa perbandingan tidak akan pernah membawa kebahagiaan, dan bahwa kepastian adalah hak setiap individu dalam menjalin hubungan. Pesan dari lagu ini sangat relevan dengan pengalaman banyak orang, membuatnya terus didengarkan dan diapresiasi hingga saat ini.
Lagu "Tarpaima" hadir sebagai pengingat bahwa terkadang, menerima kenyataan dan belajar untuk mengikhlaskan adalah bentuk cinta yang paling bijaksana. Jadi, sudahkah kita berani menghadapi realitas dalam hubungan kita?