Perjalanan Taliban, dari gerilyawan Mujahidin yang didukung Amerika Serikat hingga menjadi rezim yang menerapkan hukum agama secara ketat di Afghanistan, adalah kisah kompleks tentang perubahan ideologi dan konsekuensi dari perang yang panjang. Kelompok yang awalnya berakar pada perlawanan terhadap Uni Soviet pada dekade 1970-an dan 1980-an ini, kemudian menjelma menjadi kekuatan dominan di Afghanistan pada pertengahan 1990-an.
Taliban, yang secara harfiah berarti "mahasiswa", muncul sebagai gerakan yang menjanjikan ketertiban dan stabilitas setelah bertahun-tahun kekacauan akibat perang saudara. Mereka mengambil alih kendali sebagian besar wilayah Afghanistan pada tahun 1996, dan mendirikan sebuah emirat Islam yang mengklaim diri mereka sebagai satu-satunya pemerintahan sah. Namun, di bawah kepemimpinan Mullah Muhammad Omar, rezim ini dengan cepat menjadi identik dengan penindasan dan kekejaman.
Interpretasi ketat terhadap hukum Islam, khususnya versi Wahhabi yang mereka anut, menjadi landasan utama kebijakan Taliban. Mereka menerapkan aturan yang sangat ketat pada masyarakat, termasuk pelarangan pendidikan bagi perempuan, pembatasan pergerakan kaum wanita, dan hukuman fisik yang brutal untuk berbagai pelanggaran. Bentuk hukuman yang diterapkan, mulai dari hukuman cambuk di depan umum hingga eksekusi mati, memicu kecaman internasional.
Also Read
Rezim Taliban juga dituduh menjalin hubungan erat dengan kelompok teroris, termasuk Al-Qaeda. Mereka memberikan tempat berlindung bagi Osama bin Laden dan kelompoknya, yang kemudian memicu serangan teror 9/11 di Amerika Serikat. Serangan tersebut menjadi titik balik yang menyebabkan intervensi militer Amerika dan sekutunya di Afghanistan pada tahun 2001, yang pada akhirnya menggulingkan rezim Taliban.
Meskipun digulingkan dari kekuasaan, ideologi dan jaringan Taliban tidak sepenuhnya lenyap. Selama dua dekade berikutnya, kelompok ini terus melakukan perlawanan gerilya dan memperluas pengaruh mereka di berbagai daerah pedalaman Afghanistan. Keberhasilan Taliban kembali menduduki Kabul pada Agustus 2021 menandai berakhirnya pendudukan Amerika dan kembalinya mereka sebagai penguasa Afghanistan.
Namun, kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan membawa serta kekhawatiran yang sama seperti sebelumnya. Dunia internasional masih mengawasi secara ketat bagaimana mereka akan memerintah dan apakah mereka akan kembali menerapkan hukum yang represif. Nasib perempuan Afghanistan, yang telah mengalami kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, khususnya menjadi perhatian utama.
Kisah Taliban bukan hanya tentang ekstremisme agama, tetapi juga tentang kompleksitas konflik geopolitik dan dampak jangka panjang dari perang. Mereka adalah contoh bagaimana gerakan yang lahir dari perlawanan terhadap kekuatan asing dapat berubah menjadi kekuatan represif yang menindas rakyatnya sendiri. Masa depan Afghanistan, dan bagaimana Taliban akan memerintah, masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.