Pernahkah kamu mendengar istilah "Sunda Empire"? Mungkin sebagian dari kita pernah sekilas melihatnya di televisi atau media sosial, namun masih bertanya-tanya, sebenarnya apa itu? Mari kita bedah lebih dalam tentang fenomena unik yang sempat menghebohkan ini.
Sunda Empire, secara sederhana, adalah sebuah kelompok yang mengklaim dirinya sebagai sebuah kekaisaran dengan narasi sejarah yang tidak lazim dan seringkali berbenturan dengan fakta sejarah yang sudah mapan. Mereka menghubungkan berbagai peristiwa dunia dengan interpretasi di luar nalar dan klaim-klaim fantastis.
Munculnya Sunda Empire: Dari Dunia Maya ke Perhatian Publik
Konon, kelompok ini telah eksis sejak tahun 2017, namun baru mencuat ke permukaan publik sekitar Januari 2020. Kemunculannya bermula dari unggahan foto di media sosial yang memperlihatkan sekelompok orang dengan seragam ala militer dan spanduk bertuliskan "Sunda Empire – Earth Empire". Dari sana, viralitas dimulai.
Also Read
Kelompok ini mengklaim markas mereka berada di Bandung dan menyatakan diri sebagai penerus kekaisaran matahari yang sudah ada sejak zaman Alexander Agung. Mereka juga mengklaim sebagai bagian dari pemerintahan Vatikan yang lahir pasca Perang Dunia II, tepatnya setelah bom atom menghantam Hiroshima dan Nagasaki.
Struktur Kekuasaan dan Klaim Kontroversial
Sunda Empire mengklaim memiliki pemerintahan bernama De Heren XVII, dengan 9 dinasti di bawahnya. Raden Ratnaningrum dan suaminya, Nasri Banks, masing-masing berperan sebagai kaisar terakhir dan perdana menteri. Sementara itu, sosok Ki Ageng Rangga Sasana, yang kemudian lebih dikenal dengan Lord Rangga, menjabat sebagai Sekjen Sunda Empire dan bahkan menyebut dirinya sebagai Gubernur Jenderal Nusantara.
Lord Rangga kerap kali melontarkan pernyataan kontroversial. Ia mengklaim bahwa PBB didirikan berdasarkan versi Sunda Empire, dan bahwa Pentagon, markas kemiliteran Amerika Serikat, lahir di Bandung. Lebih jauh lagi, ia menyatakan bahwa De Heeren Zeventien, yang ia sebut sebagai kekaisaran Sunda, berada di atas PBB dan ia menjabat sebagai sekretaris jenderal. Sunda Empire juga memperkenalkan tatanan ABCD yang unik, dimana Bandung (D) dianggap sebagai pusat Diplomatic International.
Klaim Fiktif dan Berakhir di Meja Hijau
Puncaknya, Sunda Empire membuat heboh dengan klaim fiktif tentang kepemilikan deposito sebesar 5 juta dolar AS di Bank UBS dan sertifikat dari NATO. Klaim-klaim ini terbukti tidak benar dan berujung pada penangkapan tiga petinggi Sunda Empire atas dakwaan menyebarkan informasi bohong dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Pengadilan Negeri Bandung kemudian menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada ketiga terdakwa. Namun, mereka kemudian dibebaskan setelah mendapatkan asimilasi. Sayangnya, Lord Rangga, sosok yang paling kontroversial dalam kelompok ini, meninggal dunia pada akhir 2022.
Lebih dari Sekadar Kelompok Fiktif: Mengapa Sunda Empire Muncul?
Fenomena Sunda Empire bukan sekadar kisah tentang sekelompok orang yang berhalusinasi. Kemunculannya bisa dilihat sebagai manifestasi dari berbagai faktor, seperti:
- Kebutuhan akan Identitas: Di tengah globalisasi dan modernisasi, beberapa orang mungkin merasa kehilangan identitas. Sunda Empire menawarkan identitas yang jelas, meskipun fiktif, yang memberikan rasa kebanggaan dan kepemilikan.
- Kekecewaan Terhadap Realitas: Mungkin juga ada kekecewaan terhadap kondisi sosial dan politik yang mendorong beberapa orang mencari alternatif solusi, meskipun dalam bentuk yang tidak realistis.
- Kurangnya Literasi Sejarah: Klaim-klaim sejarah yang dilontarkan Sunda Empire seringkali bertentangan dengan fakta sejarah yang sudah mapan. Hal ini menunjukkan adanya persoalan literasi sejarah di sebagian masyarakat.
- Efek Media Sosial: Viralitas media sosial berperan besar dalam mempopulerkan Sunda Empire. Kehadiran mereka yang unik dan kontroversial menarik perhatian banyak orang dan memicu rasa ingin tahu.
Pelajaran dari Sunda Empire
Kisah Sunda Empire adalah pengingat bagi kita semua akan pentingnya berpikir kritis, memverifikasi informasi sebelum mempercayainya, dan selalu mengedepankan nalar dalam menghadapi segala sesuatu. Di era informasi yang begitu deras, kita harus bijak dalam mengonsumsi dan menyebarkan informasi agar tidak terjebak dalam narasi-narasi yang tidak berdasar.
Sunda Empire mungkin telah surut, namun jejaknya masih menjadi perbincangan. Kisah ini adalah pelajaran berharga tentang bagaimana identitas, harapan, kekecewaan, dan media sosial bisa berpadu membentuk sebuah fenomena yang unik dan menggemparkan.