Siapa tak kenal Sri Sultan Hamengkubuwana X? Sosok karismatik yang memimpin Yogyakarta sejak 1989 ini bukan hanya sekadar raja, tapi juga simbol budaya dan pengayom masyarakat. Mari kita kenali lebih dekat profil, biodata, serta beberapa fakta menarik tentang pemimpin yang satu ini.
Lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito, perjalanan hidup Sri Sultan HB X terukir dalam sejarah Kesultanan Yogyakarta. Setelah dewasa, ia bergelar KGPH Mangkubumi, dan kemudian KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram sebagai putra mahkota. Penobatan dirinya sebagai raja pada 7 Maret 1989 menjadi tonggak penting bagi Yogyakarta. Ia kemudian bergelar lengkap Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sri Sultan HB X adalah putra sulung dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan permaisuri keduanya, RA Sitin Kustina. Beliau menikah dengan Tatiek Drajad Suprihastuti (GKR Hemas) pada tahun 1968 dan dikaruniai lima orang putri. Sebuah fakta menarik, Sri Sultan HB X dikenal sebagai raja yang tidak memiliki selir. Keputusannya ini tentu saja menjadi sorotan dan menunjukkan komitmennya terhadap keluarga.
Also Read
Selain sebagai Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X juga menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 1998. Ini menjadikan beliau satu-satunya kepala daerah yang memegang dua tampuk kekuasaan sekaligus, yaitu kekuasaan tradisional dan pemerintahan modern. Posisi ini juga membuat beliau menjadi tokoh sentral dalam menjaga keseimbangan antara tradisi dan perkembangan zaman di Yogyakarta.
Pada tahun 2015, Sri Sultan HB X mengeluarkan Sabdatama, titah raja yang memiliki kekuatan besar. Sabdatama pertama mengenai suksesi kerajaan menegaskan bahwa urusan tersebut adalah hak prerogatif raja. Hal ini tentu saja mengundang banyak interpretasi dan diskusi publik. Sabdatama kedua adalah perubahan nama kebesaran raja dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono, serta penghilangan gelar sayidin panatagama kalifatullah. Perubahan ini dinilai sebagai upaya untuk mengembalikan makna kepemimpinan raja pada konteks yang lebih luas, bukan hanya sebatas ranah agama.
Lebih dari Sekadar Raja
Sri Sultan HB X bukan hanya sekadar raja dalam arti tradisional. Beliau adalah figur pemimpin yang mampu membawa Yogyakarta menghadapi berbagai tantangan zaman. Ketegasannya dalam mengambil keputusan, namun tetap mengedepankan nilai-nilai luhur budaya Jawa, menjadikannya tokoh yang disegani dan dicintai masyarakat. Beliau menjadi simbol persatuan dan identitas Yogyakarta.
Sebagai raja sekaligus gubernur, Sri Sultan HB X terus berupaya membangun Yogyakarta menjadi daerah yang maju dan sejahtera, namun tetap berpegang pada akar budaya. Kepemimpinan beliau telah membawa Yogyakarta meraih banyak prestasi di berbagai bidang, mulai dari pariwisata, pendidikan, hingga pelestarian budaya.
Sri Sultan Hamengkubuwana X adalah potret pemimpin modern yang berakar pada tradisi. Kisah hidup dan kepemimpinannya menjadi inspirasi bagi kita semua, terutama dalam menghargai sejarah, melestarikan budaya, dan membangun daerah dengan hati. Sosoknya akan selalu dikenang sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah Indonesia.