Di sebuah kerajaan yang megah, hiduplah seorang raja yang terkenal akan ketegasannya. Baginya, aturan adalah segalanya, tanpa kompromi, tanpa pengecualian. Setiap keputusan yang dibuatnya harus dijalankan dengan mutlak. "Aturan adalah aturan!" itulah mantra yang selalu diucapkannya kepada para penasihat kerajaan. Namun, di balik ketegasan itu, tersimpan sebuah ironi yang akan mengubah pandangannya selamanya.
Suatu hari, seorang pengemis tertangkap basah sedang mencoba mencuri roti dari dapur kerajaan. Raja yang murka langsung menjatuhkan hukuman gantung, hukuman yang memang berlaku bagi siapa pun yang mencuri. Pengemis itu, yang lapar dan miskin, mencoba membela diri, mengatakan bahwa dia terpaksa melakukannya karena kelaparan. Ia pun merasa bahwa mengambil sedikit roti dari kerajaan yang berlimpah tidaklah salah. Namun, raja tetap teguh pada pendiriannya, tidak ada toleransi bagi pelanggar aturan.
Di tengah keputusasaan menjelang hukuman gantung, pengemis itu berucap lirih bahwa ia membawa rahasia besar yang akan mati bersamanya. Rahasia itu adalah tentang bagaimana menumbuhkan buah delima dalam semalam. Sontak, pengawal kerajaan yang penasaran menghentikan perjalanan menuju tiang gantungan. Ia bergegas kembali menghadap raja untuk melaporkan rahasia yang diungkap pengemis itu. Raja yang juga penasaran, memanggil pengemis itu untuk membuktikan kebenaran perkataannya.
Also Read
Di kebun kerajaan, pengemis itu menjelaskan bahwa hanya orang yang tidak pernah mengambil sesuatu yang bukan haknya yang dapat menanam biji delima itu dan membuatnya tumbuh dalam semalam. Satu per satu, pengawal, pegawai kerajaan, dan bahkan raja sendiri mengakui bahwa mereka pernah melakukan kesalahan, pernah mengambil sesuatu yang bukan hak mereka. Pengawal pernah mencuri pisau, pegawai kerajaan korupsi uang kas, dan raja pernah mengambil kalung permata kerajaan ketika kecil.
Pengakuan jujur ini menohok raja. Ia sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan dirinya sendiri, yang selama ini menganggap dirinya paling benar, pernah melakukan kesalahan. Ironisnya, pengemis yang dianggap bersalah justru membuka mata semua orang tentang pentingnya belas kasihan dan keadilan yang sebenarnya.
Kisah ini bukan sekadar tentang pencuri dan raja. Lebih dari itu, kisah ini adalah tentang pencarian makna keadilan yang hakiki. Aturan memang penting, tetapi aturan tanpa belas kasihan bisa menjadi kejam dan tidak adil. Pengemis yang lapar dan miskin, dengan bijaksana mengajarkan bahwa hukum yang kaku tanpa melihat konteks dan keadaan bisa melukai.
Pelajaran penting yang bisa kita petik dari kisah ini adalah:
- Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, sekecil apapun itu. Mengakui kesalahan adalah langkah pertama untuk menjadi lebih baik.
- Keadilan harus disertai belas kasih. Hukum yang kaku tanpa melihat konteks dan keadaan bisa melukai. Keadilan yang sesungguhnya harus mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
- Kebijaksanaan bisa datang dari mana saja. Bahkan dari orang yang dianggap paling rendah sekalipun. Jangan pernah meremehkan siapapun hanya karena status sosialnya.
- Pentingnya introspeksi diri. Kisah ini mengajak kita untuk selalu melihat ke dalam diri sendiri, mengoreksi kesalahan, dan berusaha menjadi lebih baik.
Akhir kisah ini begitu indah. Raja, yang telah tercerahkan, membatalkan hukuman gantung pengemis itu dan bahkan memberinya hadiah. Ia menyadari bahwa keadilan tidak boleh hanya ditegakkan secara buta, tetapi juga harus disertai dengan belas kasihan. Ia pun berjanji akan mengubah gaya kepemimpinannya. Kisah ini mengingatkan kita bahwa perubahan bisa terjadi kapan saja, asalkan kita mau membuka hati dan pikiran. Keadilan yang sejati adalah keadilan yang berwajah manusiawi, bukan sekadar aturan yang kaku tanpa perasaan.