Kasus "tali air" belakangan ini mencuat ke permukaan, terutama setelah dikaitkan dengan hukuman berat yang menimpa seorang pemuda di Jambi. Istilah ini kerap disebut sebagai label untuk kasus kejahatan seksual. Namun, benarkah demikian? Mari kita telusuri lebih dalam.
Lebih dari Sekadar Kejahatan Seksual
Jika ditelusuri, kasus "tali air" ternyata memiliki cakupan yang lebih luas dari sekadar kejahatan seksual. Istilah ini merujuk pada serangkaian tindakan kriminal terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, perdagangan manusia, kehamilan di luar nikah, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Ironisnya, istilah ini juga terkait dengan budaya yang tumbuh di balik tembok penjara.
Tato: Cap Hina Para Pelaku
Penggunaan istilah "tali air" erat kaitannya dengan ‘tradisi’ menato para narapidana. Di lingkungan penjara, pelaku kejahatan yang dikategorikan "tali air" sering kali dianggap hina oleh narapidana lainnya. Mereka menjadi sasaran perundungan, penganiayaan, dan bahkan ditandai secara fisik dengan tato di tubuh.
Also Read
Tato ini bukan sekadar gambar, melainkan simbol identifikasi dan penghinaan. Biasanya, tato diletakkan di dada, bahu, atau punggung. Ada juga yang menandai dengan huruf Z di antara jempol dan jari telunjuk, atau di daun telinga kanan bagi pelaku eksibisionis. Tradisi ini telah menjadi sesuatu yang ‘lumrah’ di balik jeruji.
Aktualisasi Diri yang Kelam
Ironisnya, tato ini juga menjadi semacam aktualisasi diri bagi beberapa narapidana. Mereka seolah memamerkan ‘prestasi’ kejahatan mereka, menunjukkan kekejaman dan kebrutalan. Tato di tubuh menjadi simbol kekuatan dan dominasi di lingkungan yang keras ini.
Membantu atau Tidak?
Meski tidak ada hukum yang mengatur tradisi menato ini, hal ini diakui cukup membantu pihak kepolisian. Tato di tubuh narapidana bisa menjadi indikator apakah mereka residivis atau pemain baru. Penyidik bisa dengan mudah mengidentifikasi melalui lokasi dan bentuk tato di tubuh pelaku. Langkah ini juga membantu mengantisipasi kemungkinan buruk kehadiran residivis di ruang tahanan.
Perlu Refleksi Lebih Dalam
Kasus "tali air" bukan sekadar label atau istilah. Ini adalah fenomena yang kompleks, mencerminkan betapa kerasnya dunia kriminal dan ironisnya keadilan. Tradisi menato yang tumbuh di balik jeruji tidak bisa dibenarkan. Ini adalah bentuk penghukuman di luar hukum yang justru memperlihatkan ketidakberdayaan sistem dalam menangani masalah kejahatan.
Fenomena ini perlu menjadi refleksi bersama. Dibutuhkan upaya yang lebih komprehensif untuk melindungi perempuan dari berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan. Serta, yang terpenting, memastikan bahwa sistem hukum dapat berlaku adil dan manusiawi bagi semua. Bukan malah membenarkan tindak kekerasan dan perendahan di balik jeruji.