Pada tanggal 7 Desember lalu, tampilan Google Doodle dihiasi oleh gambar kapal pinisi yang ikonik. Hal ini tentu saja memicu rasa ingin tahu banyak orang tentang sejarah dan keunikan kapal tradisional Indonesia ini. Bukan tanpa alasan, pinisi memang bukan sekadar perahu, melainkan simbol kejayaan maritim Nusantara yang telah berlayar menembus batas zaman.
Pinisi: Lebih dari Sekadar Alat Transportasi
Sejarah mencatat, kapal pinisi telah malang melintang di perairan Indonesia sejak abad ke-15. Dibuat oleh tangan-tangan terampil para pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar dari Sulawesi Selatan, pinisi awalnya berfungsi sebagai pengangkut barang antar pulau. Namun, fungsinya berkembang seiring waktu. Ia menjadi kapal perang, penjelajah, bahkan pedagang yang sanggup mengarungi tujuh samudera.
Keunggulan pinisi tak hanya terletak pada fungsinya, tetapi juga pada desainnya yang aerodinamis. Bentuknya yang gagah dan stabil mampu menghadapi ganasnya ombak dan badai. Dengan kapasitas muatan yang besar, kapal ini mampu mengangkut berbagai komoditas penting seperti rempah-rempah, garam, kopi, hingga kayu. Tujuh hingga delapan layar yang terpasang, beserta dua tiang utama di depan dan belakang, menjadi ciri khas yang membuatnya mudah dikenali di tengah lautan.
Also Read
Simbol Filosofi dan Warisan Budaya
Lebih dari sekadar kapal, pinisi adalah cerminan filosofi mendalam tentang kerja keras, gotong royong, keindahan, dan penghargaan terhadap alam. Pembuatannya yang rumit dan detail adalah bentuk dedikasi terhadap seni dan tradisi. Tak heran jika UNESCO akhirnya menetapkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 7 Desember 2017.
Pusat pembuatan kapal pinisi sendiri masih berlokasi di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Proses pembuatannya masih mengandalkan metode tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Empat jenis kayu utama menjadi bahan baku pinisi, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati. Keempat jenis kayu ini memiliki karakter yang berbeda dan dipilih berdasarkan kekuatannya masing-masing.
Proses pembuatan pinisi melalui tiga tahap penting. Mulai dari pencarian, penebangan, pengeringan, hingga pemotongan kayu, semuanya harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Bahkan, waktu pengerjaannya pun tak sembarangan. Pembuat kapal akan mencari hari baik untuk memulai setiap tahapan. Sebelum diluncurkan ke laut, kapal pinisi juga menjalani upacara penyucian yang disebut maccera lopi. Upacara ini seringkali melibatkan penyembelihan hewan sebagai bagian dari ritual penyucian.
Google Doodle dan Kepedulian pada Budaya
Tampilan kapal pinisi di Google Doodle bukan hanya sekadar visualisasi. Hal ini juga menjadi pengingat bagi kita akan kekayaan budaya dan sejarah maritim Indonesia yang patut dibanggakan. Dengan menampilkannya di halaman utama pencarian Google, kapal pinisi menjadi lebih dikenal oleh masyarakat dunia.
Kehadiran pinisi di Google Doodle juga merupakan bentuk apresiasi terhadap warisan budaya Indonesia yang mendunia. Ini adalah momentum yang tepat untuk lebih mengenal dan mencintai warisan leluhur kita, sekaligus melestarikan tradisi maritim yang telah teruji oleh waktu.
Pernahkah kamu melihat kapal pinisi secara langsung atau bahkan berkesempatan menaikinya? Pengalaman tersebut pasti akan menjadi kenangan tak terlupakan, sekaligus memperkuat kecintaan kita pada Indonesia.