Fenomena hubungan tanpa status atau HTS, bukan lagi hal asing di kalangan anak muda. Konsep ini menawarkan kebebasan tanpa ikatan formal layaknya pacaran. Namun, di balik kesan santai dan fleksibelnya, HTS menyimpan sejumlah risiko yang patut diwaspadai.
Banyak yang tergiur HTS karena menawarkan hubungan tanpa tuntutan. Tidak ada kewajiban untuk saling memberi kabar, tidak ada batasan untuk bergaul dengan orang lain, dan tidak ada drama layaknya hubungan pacaran. Kondisi ini seringkali dianggap sebagai solusi bagi mereka yang belum siap berkomitmen atau ingin menikmati masa muda tanpa terbebani status. Namun, kenyamanan semu ini justru menjadi jebakan yang berpotensi menimbulkan kekecewaan dan sakit hati di kemudian hari.
Risiko utama HTS adalah ketidakjelasan hubungan. Tidak adanya status membuat batasan menjadi kabur. Salah satu pihak bisa merasa memiliki, sementara yang lain merasa bebas. Hal ini membuka peluang bagi hadirnya orang ketiga. Ketika pasanganmu dekat dengan orang lain, tidak ada hak untuk melarang atau cemburu, karena memang tidak ada ikatan yang mengikat. Perasaan hanya akan terpendam dan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Also Read
Selain itu, HTS juga berpotensi menjadi hubungan yang stagnan. Tanpa tujuan yang jelas, hubungan ini hanya berputar pada rutinitas yang sama. Kesenangan sesaat dan ketertarikan fisik tanpa adanya komitmen yang lebih dalam akan membuat hubungan ini terasa hambar. Pertanyaan “mau dibawa kemana hubungan ini?” akan menjadi momok yang menghantui pikiran, menciptakan kebingungan dan ketidakpastian.
Rasa bingung juga akan menjadi risiko yang tak terhindarkan. Di satu sisi, kamu menyayangi pasanganmu. Di sisi lain, kamu tidak memiliki hak untuk menuntut lebih. Kamu ingin diperkenalkan sebagai pacarnya, ingin mendapat kepastian, ingin diperlakukan dengan spesial, tapi tidak bisa karena status kalian hanya “teman tapi mesra”. Kondisi ini akan terus menggerogoti hati, menimbulkan rasa tidak aman dan insecure, terutama ketika melihat pasanganmu bergaul dengan orang lain.
Meskipun tidak ada ikatan resmi, HTS tetap bisa berakhir dengan kata “putus”. Ironisnya, perpisahan ini sering kali lebih menyakitkan daripada putus pacaran. Tidak ada kejelasan dan tidak ada hak untuk menuntut penjelasan. Kamu hanya bisa menerima dan melanjutkan hidup, membawa luka yang mungkin tidak pernah sembuh dengan sempurna.
Lebih jauh lagi, HTS bisa berdampak buruk pada kesehatan mental. Merasa tidak diakui, tidak dianggap penting, dan terus menerus berada dalam ketidakpastian akan memicu stres, kecemasan, dan depresi. Kamu mungkin akan bertanya-tanya, "apakah aku cukup baik untuknya?" atau "kenapa dia tidak mau berkomitmen denganku?". Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus menghantuimu, merusak kepercayaan diri dan harga diri.
Penting untuk diingat, HTS bukanlah solusi untuk hubungan yang sehat dan bahagia. Jika kamu merasa tertarik dengan seseorang, penting untuk mengkomunikasikan apa yang kamu inginkan dan harapkan dari hubungan tersebut. Jangan takut untuk meminta kejelasan dan jangan terjebak dalam zona nyaman yang hanya akan memberikan luka di kemudian hari. Hubungan yang sehat dibangun atas dasar komitmen, kejujuran, dan saling menghargai, bukan ketidakjelasan dan ketidakpastian.