KH. Ahmad Mustofa Bisri, atau yang akrab disapa Gus Mus, adalah sosok yang tak asing di telinga masyarakat Indonesia. Lebih dari sekadar ulama, Gus Mus dikenal sebagai intelektual, penulis, penyair, dan tokoh sosial yang memiliki pengaruh besar dalam dinamika kehidupan bangsa. Dari pesantren hingga panggung politik, jejak langkah Gus Mus penuh warna dan sarat makna. Mari kita telusuri lebih dalam sosok karismatik ini.
Lahir di Rembang, Jawa Tengah, Gus Mus tumbuh dalam tradisi pesantren yang kuat. Pendidikan awalnya ditempuh di Sekolah Rakyat Rembang, lalu dilanjutkan ke berbagai pondok pesantren terkemuka. Lirboyo, Al Munawwir Yogyakarta, hingga Universitas Al Azhar Kairo menjadi saksi bisu perjalanan intelektualnya. Pengalaman di berbagai lingkungan pendidikan ini membentuk Gus Mus menjadi pribadi yang berwawasan luas dan berpandangan terbuka.
Kepiawaian Gus Mus dalam mengelola pondok pesantren terbukti saat memimpin Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin di Rembang. Tak hanya berkutat pada urusan pendidikan agama, Gus Mus juga aktif dalam pengembangan masyarakat sekitar. Kiprahnya di dunia keagamaan pun mencapai puncaknya ketika didaulat menjadi Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada periode 2014-2015. Jabatan ini menjadi bukti pengakuan atas kapasitas dan kebijaksanaannya sebagai seorang ulama.
Also Read
Namun, Gus Mus bukanlah sosok yang hanya bergelut di bidang agama dan pendidikan. Beliau juga terlibat aktif dalam dunia politik. Bersama tokoh-tokoh lain, Gus Mus turut mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan bahkan merancang logo partai tersebut. Keterlibatannya dalam politik menunjukkan bahwa Gus Mus memiliki kepedulian yang besar terhadap arah dan kebijakan bangsa.
Di balik sosoknya yang kharismatik, Gus Mus juga dikenal sebagai seorang penulis dan penyair yang produktif. Karya-karyanya merambah berbagai genre, dari puisi yang mendalam, cerpen yang menggugah, hingga terjemahan dan gubahan cerita anak-anak yang penuh nilai. Buku seperti "Pahlawan dan Tikus" serta "Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia" adalah contoh karya Gus Mus yang memadukan keindahan bahasa dengan pesan-pesan moral. Kegemarannya menulis dan menyair juga menjadi wadah bagi Gus Mus untuk menyuarakan gagasan dan pandangannya tentang kehidupan dan kebangsaan.
Penghargaan yang diraih Gus Mus pun tak main-main. Gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Kebudayaan Islam pada tahun 2009 dan penghargaan "Yap Thiam Hien" sebagai pejuang Hak Asasi Manusia pada tahun 2017 adalah bukti pengakuan atas kontribusinya yang besar bagi bangsa dan negara.
Namun, perjalanan hidup Gus Mus tak selalu mulus. Kontroversi pernah mewarnai jejak langkahnya, salah satunya terkait lukisan berjudul "Zikir Bersama Inul." Lukisan yang dibuat sebagai bentuk pembelaan kepada Inul Daratista ini memicu polemik karena dianggap kontroversial oleh beberapa pihak. Kontroversi ini bahkan sempat berdampak pada posisinya di PBNU. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa bahkan tokoh sekaliber Gus Mus tak luput dari pro dan kontra.
Terlepas dari segala kontroversi, Gus Mus tetaplah sosok yang disegani dan dihormati. Pemikiran-pemikiran kritis dan pandangan-pandangannya yang moderat menjadi inspirasi bagi banyak orang. Beliau adalah contoh ulama yang tak hanya berdakwah di mimbar, tetapi juga berkarya melalui tulisan, seni, dan aksi nyata. Gus Mus adalah representasi ulama yang inklusif, progresif, dan peduli terhadap persoalan kebangsaan. Jejaknya sebagai ulama, intelektual, penulis, dan tokoh sosial akan terus dikenang dan menginspirasi generasi mendatang.