Kabar penangkapan Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 18 Desember 2023, sontak menjadi perhatian publik. Operasi senyap yang menjangkau beberapa lokasi, termasuk Jakarta Selatan, Ternate, dan wilayah lain di Maluku Utara, berhasil mengamankan 15 orang, termasuk Abdul Ghani Kasuba, di sebuah hotel di Jakarta Selatan.
Kejadian ini memicu rasa ingin tahu tentang sosok Abdul Ghani Kasuba. Bukan hanya karena jabatannya sebagai kepala daerah, tetapi juga karena latar belakang dan perjalanan kariernya yang terbilang unik. Mari kita telusuri lebih dalam profil dan jejak langkahnya.
Lahir di Bumi Al-Khairat, Bertumbuh dalam Dunia Pendidikan Islam
Abdul Ghani Kasuba lahir di Bibinoi, Maluku Utara, pada akhir tahun 1951. Ia tumbuh besar dalam lingkungan pendidikan Islam yang kuat. Pendidikan formalnya dimulai dari Sekolah Dasar (SD) di Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Al-Khairat, lalu berlanjut ke Madrasah Mualimin Al-Khairat, yang setara dengan SMA. Puncak pendidikan akademisnya adalah di Fakultas Dakwah, Universitas Islam Madinah.
Also Read
Pengalaman belajarnya di Madinah tampaknya sangat memengaruhi arah hidupnya. Setelah lulus, ia mengabdikan diri di Yayasan Al-Khairat sebagai Kepala Inspeksi. Selama 25 tahun, ia berkontribusi membangun sekolah-sekolah di pelosok Maluku Utara hingga Papua. Dedikasinya di dunia pendidikan Islam ini menunjukkan komitmen kuat pada pengembangan sumber daya manusia berbasis nilai-nilai agama.
Merambah Politik, Membangun Jembatan dari Pendidikan ke Kekuasaan
Kegiatan sosial dan dedikasi Abdul Ghani di bidang pendidikan tidak luput dari perhatian Partai Keadilan (cikal bakal PKS). Pada Pemilu Legislatif 2004, ia diusung sebagai calon anggota DPR RI. Meskipun mengakui keterbatasan finansial, Abdul Ghani berhasil meraih kursi di Senayan, membuktikan bahwa popularitas dan kepercayaan masyarakat dapat mengalahkan keterbatasan dana. Periode 2004-2009 menjadi masa transisi kariernya dari dunia pendidikan ke ranah politik.
Setelah melalui berbagai dinamika politik, termasuk sengketa hasil Pemilu 2013, Abdul Ghani Kasuba akhirnya dilantik sebagai Gubernur Maluku Utara pada 2 Mei 2014. Pelantikannya di Sofifi, ibu kota Maluku Utara, menjadi tonggak sejarah baru bagi dirinya dan daerah yang dipimpinnya. Ia berpasangan dengan Natsir Thaib, dan dilantik oleh Mendagri Gamawan Fauzi.
Dinamika Politik Pilkada dan Kembali Menjabat
Perjalanan politik Abdul Ghani terus berlanjut. Pada Pilkada 2018, ia maju kembali sebagai petahana, kali ini berpasangan dengan mantan Bupati Halmahera Tengah, Al Yasin Ali. Pasangan ini diusung oleh koalisi PDI-P dan PKPI. Sebuah ironi politik, mengingat PKS, partai yang mengantarkannya ke Senayan, justru mengusung adik kandungnya, Muhammad Kasuba, sebagai rival.
Meski begitu, dengan dukungan koalisi partai yang solid, Abdul Ghani dan Al Yasin berhasil memenangkan Pilkada 2018. Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian menetapkan pasangan ini sebagai peraih suara terbanyak dengan 176.669 suara (31,79%). Kemenangan ini semakin mengukuhkan posisinya sebagai figur penting dalam peta politik Maluku Utara.
Ironi Akhir Jabatan dan OTT KPK
Namun, di penghujung masa jabatannya, Abdul Ghani Kasuba justru tersandung kasus korupsi. Penangkapan dalam OTT KPK pada Desember 2023 menjadi pukulan telak bagi karier politiknya. Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekuasaan dan jabatan tidak kebal terhadap hukum, serta menjadi preseden buruk bagi dunia politik di daerah.
Kisah hidup Abdul Ghani Kasuba menjadi cerminan kompleksitas dunia politik Indonesia. Dari seorang pendidik yang berdedikasi, ia menjelma menjadi tokoh politik yang berpengaruh. Namun, akhir kariernya tercoreng oleh kasus korupsi, mengingatkan kita bahwa integritas adalah fondasi utama dalam mengemban amanah publik. Kasus ini juga membuka mata kita tentang pentingnya pengawasan publik dan penegakan hukum yang tegas untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.