Misi pendaratan manusia di bulan, yang dipelopori Neil Armstrong pada tahun 1969, masih menjadi perdebatan hangat hingga kini. Di satu sisi, sains dan teknologi membuktikan keberhasilan misi Apollo 11. Namun, di sisi lain, beredar teori konspirasi yang mengklaim pendaratan bulan adalah hoaks. Lalu, bagaimana pandangan Al-Quran terhadap fenomena ini? Apakah ayat-ayat suci tersebut membenarkan atau menyanggah kemungkinan manusia mencapai bulan? Yuk, kita telaah lebih dalam.
Mengupas Ayat tentang "Menembus Langit"
Salah satu ayat yang paling sering dikaitkan dengan kemampuan manusia menjelajah angkasa adalah surat Ar-Rahman ayat 33:
"Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon)."
Also Read
Kata kunci "sulthon" dalam ayat ini menjadi titik fokus perdebatan. Sebagian mufasir mengartikan "sulthon" sebagai kekuatan yang bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, Al-Quran tidak secara eksplisit menolak kemungkinan manusia menembus angkasa, asalkan dengan kekuatan yang diberikan Allah, yaitu akal dan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, jika manusia mampu menciptakan roket dan teknologi yang memungkinkan mereka sampai ke bulan, maka hal itu adalah bagian dari "sulthon" yang dimaksud dalam ayat ini.
Bukan Soal Tempat Tinggal Tetap, Tapi Eksplorasi
Terdapat juga ayat-ayat seperti dalam surat Al-Baqarah (2:36) dan Al-A’raf (7:24) yang berbicara tentang bumi sebagai tempat menetap manusia. Sekilas, ayat-ayat ini bisa diartikan bahwa manusia memang ditakdirkan hanya untuk tinggal di bumi, tidak mungkin hidup di planet lain. Namun, penafsiran seperti ini cenderung terlalu sempit.
Para ulama lebih cenderung memaknai ayat-ayat tersebut sebagai penegasan bahwa bumi adalah tempat tinggal utama manusia. Bukan berarti manusia dilarang untuk melakukan eksplorasi ke luar angkasa. Pergi ke bulan tidak serta merta berarti meninggalkan bumi sebagai tempat tinggal, melainkan bagian dari petualangan dan pencarian ilmu.
Pendaratan Bulan: Bukan tentang Mengingkari Takdir
Penting untuk dipahami bahwa Al-Quran bukanlah buku sains yang detail menjelaskan hukum fisika atau mekanisme penerbangan luar angkasa. Al-Quran adalah petunjuk hidup, pedoman moral, dan sumber kebijaksanaan. Ayat-ayat yang sering dikaitkan dengan isu pendaratan bulan lebih bersifat metaforis dan terbuka untuk berbagai interpretasi.
Syaikh Al-Utsaimin pun memberikan pandangan menarik dalam tafsir surat Shaad (38:9-10). Beliau menegaskan bahwa jika manusia berhasil pergi ke bulan, hal itu tidak bertentangan dengan agama. Justru hal itu bisa menjadi bukti kebesaran Allah yang telah menganugerahkan akal dan kemampuan kepada manusia.
Menyikapi Perdebatan dengan Bijak
Perdebatan tentang kebenaran pendaratan bulan dan kaitannya dengan Al-Quran memang menarik. Namun, sebagai umat Muslim, kita dituntut untuk bersikap bijak. Jangan mudah terjebak dalam teori konspirasi tanpa dasar, tetapi jangan pula menelan mentah-mentah semua klaim tanpa verifikasi.
Yang terpenting adalah memahami bahwa Al-Quran dan ilmu pengetahuan tidak harus selalu bertentangan. Keduanya bisa saling melengkapi. Al-Quran memberikan landasan spiritual, sedangkan sains dan teknologi membuka wawasan tentang ciptaan Allah yang Maha Luas.
Dengan demikian, misi ke bulan, terlepas dari perdebatan yang ada, bisa kita lihat sebagai sebuah pencapaian luar biasa yang patut disyukuri. Bukan untuk mengklaim manusia telah mengalahkan takdir, melainkan untuk memperkuat keimanan kita bahwa Allah memberikan kemampuan kepada manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat.