Hai, Ma! Kerajaan Sriwijaya, sang penguasa lautan yang pernah berjaya di Asia Tenggara, kini tinggal sejarah. Kerajaan bercorak Buddha ini pernah menguasai jalur perdagangan maritim, membentang dari Sumatera hingga Filipina. Namun, kejayaannya tak bertahan selamanya. Di balik kemegahannya, ada kisah keruntuhan yang kompleks. Mari kita bedah, apa saja yang membuat kerajaan ini akhirnya tumbang?
Seperti yang kita ketahui, Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada abad ke-9 dan 10 di bawah kepemimpinan Balaputeradewa. Mereka bukan hanya jago berdagang, tapi juga cakap dalam mengatur wilayah kekuasaan yang luas. Tapi, roda sejarah terus berputar. Pada abad ke-13 dan 14, Sriwijaya mulai goyah hingga akhirnya benar-benar runtuh. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebabnya?
1. Konflik Internal dan Perang Berkepanjangan
Setelah era Sri Marawijaya, kerajaan ini tak lagi stabil. Peperangan dengan Jawa menjadi agenda rutin, terutama pada tahun 922 M dan 1016 M. Alih-alih membangun, energi kerajaan justru habis untuk berperang. Konflik ini jelas menggerogoti kekuatan Sriwijaya dari dalam.
Also Read
2. Pajak Pelabuhan yang Membebani
Pelabuhan adalah jantung perekonomian Sriwijaya. Tapi, seiring waktu, biaya masuk pelabuhan justru dinaikkan. Kebijakan ini ternyata blunder, Ma! Akibatnya, jalur pelayaran sepi peminat dan para pedagang enggan singgah. Pemasukan negara pun merosot. Ini adalah contoh bagaimana kebijakan ekonomi yang salah bisa meruntuhkan kerajaan.
3. Serangan dari Kerajaan Cholamandala
Persaingan dagang memang kejam, Ma. Kerajaan Cholamandala dari India Selatan, di bawah Raja Rajendra Chola, melihat Sriwijaya sebagai ancaman. Mereka pun melancarkan serangan yang membuat Sriwijaya kewalahan. Penyerangan ini bukan hanya merugikan secara materi, tapi juga membuat banyak wilayah jajahan Sriwijaya melepaskan diri.
4. Melemahnya Kendali Pusat dan Lahirnya Entitas Lokal
Serangan dari Cholamandala membuat daerah-daerah bawahan Sriwijaya seperti kehilangan rasa hormat. Kekuatan lokal mulai tumbuh, bahkan Jambi berani mengirim utusan sendiri ke China pada tahun 1082. Ini menunjukkan bahwa kendali pusat di Sriwijaya sudah sangat lemah.
5. Ekspansi Singasari dan Ambisi Jawa
Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275 dari Singasari, Jawa Timur, bukan sekadar kunjungan biasa. Ini adalah taktik untuk melemahkan pengaruh Sriwijaya di Selat Malaka dan Sumatera. Singasari, yang kemudian digantikan oleh Majapahit, memiliki ambisi untuk mengambil alih wilayah-wilayah penting yang sebelumnya dikuasai Sriwijaya.
6. Ekspansi Kekuatan Asing dan Pergeseran Geopolitik
Cina di bawah kekuasaan Kubilai Khan dari Mongol, yang diteruskan oleh Dinasti Ming, juga memainkan peran penting dalam keruntuhan Sriwijaya. Ekspansi Cina ke Asia Tenggara mengubah peta kekuatan di kawasan, melemahkan posisi Sriwijaya yang sebelumnya sangat dominan.
7. Munculnya Pengaruh Islam dan Kerajaan Baru
Terakhir, masuknya pengaruh Islam, terutama di wilayah Aceh Timur, turut mengubah lanskap politik dan budaya. Pengaruh Sriwijaya, yang bercorak Buddha, semakin memudar. Hal ini memicu munculnya kerajaan-kerajaan kecil bercorak Islam, seperti Kerajaan Samudera Pasai, yang menandai era baru di Nusantara.
Jadi, Ma, keruntuhan Sriwijaya bukanlah karena satu faktor tunggal, melainkan kombinasi dari berbagai masalah. Perang, pajak tinggi, serangan dari luar, ambisi kerajaan lain, pergeseran geopolitik, hingga perubahan budaya dan agama, semua ikut andil dalam mengakhiri kejayaan Sriwijaya. Kejadian ini adalah pengingat bahwa tidak ada kekuatan yang abadi. Segala sesuatu bisa berubah dan runtuh jika tidak mampu beradaptasi. Semoga informasi ini menambah wawasan kita ya, Ma!