Umat Muslim memahami betul bahwa konsep halal dan haram bukan sekadar aturan agama, melainkan pedoman hidup yang berakar pada kebijaksanaan Ilahi. Larangan mengonsumsi makanan haram bukanlah tanpa alasan, melainkan demi kebaikan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun akhirat. Lebih dari sekadar ritual, memilih makanan halal adalah investasi kesehatan jiwa dan raga.
Seperti yang tertulis dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 168, Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik. Perintah ini bukan hanya tentang menghindari yang haram, tetapi juga tentang memilih yang thoyyib, yaitu yang baik dan bermanfaat bagi tubuh. Kepatuhan terhadap perintah ini bukan hanya ekspresi ketaatan, tetapi juga langkah aktif dalam menjaga keselarasan hidup.
Lalu, apa hikmah tersembunyi di balik kebiasaan mengonsumsi makanan halal? Artikel ini akan mengupas beberapa di antaranya, dengan tambahan perspektif yang relevan dengan kehidupan modern.
Also Read
Ketenangan Batin dan Kemudahan Beribadah:
Makanan yang haram, seringkali, membawa dampak negatif pada hati dan pikiran. Sahl At-Tausari, seorang sufi ternama, pernah berkata bahwa makanan haram dapat mendorong anggota tubuh melakukan kemaksiatan, sementara makanan halal menggerakkan tubuh pada ketaatan. Ini bukan sekadar teori, melainkan realitas yang bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita mengonsumsi makanan yang halal, hati kita menjadi lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan ibadah pun terasa lebih ringan. Energi positif yang kita dapatkan dari makanan halal, mendorong kita pada kebaikan.
Fondasi Keluarga Sehat dan Berakhlak:
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-Azim menjelaskan bahwa makanan yang kita konsumsi harus halal dan baik, tidak membahayakan tubuh maupun akal. Hal ini sangat penting, terutama bagi ibu hamil. Ulama dalam kitab al-Ghunyah bahkan mengingatkan agar suami menjaga makanan istri dari yang haram dan syubhat, sejak masa kehamilan hingga kelahiran. Tujuannya adalah untuk membentuk anak dengan fondasi yang kuat, terhindar dari godaan setan, dan tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti pada orang tua, dan taat pada Allah SWT. Di sini kita melihat bahwa halal bukan sekadar urusan individu, melainkan juga tanggung jawab keluarga dan generasi mendatang.
Jernihnya Hati dan Terapi Jiwa:
Konsumsi makanan halal juga berpengaruh pada kejernihan hati. Syekh Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad menekankan pentingnya menjaga kehalalan makanan sebagai salah satu cara untuk membersihkan hati dari penyakit batin. Selain itu, penting juga untuk menghindari pergaulan dengan orang yang berorientasi pada duniawi dan selalu mengingat kematian. Ini menunjukkan bahwa makanan halal adalah bagian dari proses spiritual, bukan hanya soal perut, tapi juga hati dan jiwa.
Obat Penyakit dengan Kekuatan Halal:
Bukan hanya penyakit hati, bahkan penyakit fisik pun bisa diatasi dengan konsumsi makanan halal. Yunus bin Ubaid, seorang sufi, bahkan menyampaikan bahwa makanan yang diperoleh dari usaha yang halal bisa menjadi obat yang mujarab. Pernyataan ini, tentu saja, tidak bisa diartikan secara harfiah. Namun, di dalamnya tersirat bahwa keberkahan dari makanan halal bisa memberikan dampak positif bagi kesehatan secara keseluruhan. Mungkin saja, makanan halal memicu reaksi penyembuhan dari dalam tubuh dan pikiran yang tenang bisa membantu proses pemulihan.
Refleksi untuk Kehidupan Modern
Di era modern yang serba instan, godaan untuk mengonsumsi makanan yang tidak jelas kehalalannya semakin besar. Banyaknya produk olahan dan tempat makan yang belum tersertifikasi halal menuntut kita untuk lebih hati-hati dan selektif. Lebih dari itu, memahami hikmah di balik aturan halal dan haram adalah kunci untuk menjalani hidup yang lebih bermakna. Konsumsi makanan halal adalah investasi kesehatan yang bukan hanya berdampak pada fisik dan mental, tetapi juga pada spiritual. Ini adalah ikhtiar untuk meraih keridhaan Allah SWT, serta kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup. Memilih makanan halal adalah memilih jalan hidup yang lebih baik dan seimbang.