Bagi sebagian masyarakat Jawa, perhitungan weton jodoh adalah ritual wajib sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Tradisi ini dipercaya mampu memprediksi kecocokan pasangan, mulai dari keharmonisan rumah tangga, rezeki, hingga keturunan. Namun, di sisi lain, bagaimana pandangan Islam terhadap praktik yang berakar kuat dalam budaya ini? Apakah perhitungan weton jodoh sejalan dengan ajaran agama?
Memahami Weton Jodoh: Lebih dari Sekadar Angka
Weton, dalam budaya Jawa, adalah kombinasi antara hari (Senin, Selasa, Rabu, dst) dan pasaran (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage) saat seseorang dilahirkan. Setiap kombinasi memiliki nilai angka tertentu, yang kemudian dijumlahkan untuk mengetahui "neptu" masing-masing calon pengantin. Dari sinilah, berbagai perhitungan dan tafsir dilakukan untuk melihat kecocokan mereka.
Perhitungan ini bukan sekadar angka-angka mati. Masyarakat Jawa meyakini bahwa hasil perhitungan ini dapat menggambarkan bagaimana kehidupan rumah tangga kelak, termasuk potensi masalah dan kebahagiaan yang akan dihadapi.
Also Read
Weton Jodoh dalam Kacamata Islam: Syirik dan Menentang Takdir?
Dalam ajaran Islam, konsep takdir menjadi pilar penting. Hadis Riwayat Muslim menyebutkan bahwa Allah telah mencatat takdir setiap makhluk, termasuk jodoh, 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Lalu, bagaimana dengan weton jodoh?
Dari sudut pandang ini, para ulama dan banyak tokoh agama sepakat bahwa hukum weton jodoh dalam Islam adalah haram. Mengapa demikian? Karena praktik ini dianggap syirik atau menyekutukan Allah SWT. Keyakinan bahwa kecocokan jodoh bisa dihitung dan diprediksi melalui weton dianggap menentang konsep takdir yang telah ditetapkan Allah.
Selain itu, dalam Islam, tidak ada anjuran atau pedoman untuk memilih pasangan berdasarkan hari kelahiran. Kriteria yang lebih ditekankan adalah kesalehan, akhlak mulia, dan kesamaan visi dalam beragama.
Tradisi vs. Keyakinan: Mencari Titik Tengah
Tidak bisa dipungkiri, weton jodoh adalah bagian tak terpisahkan dari tradisi dan budaya Jawa. Sulit untuk menghapus tradisi ini begitu saja, mengingat akar budayanya yang begitu kuat. Lantas, bagaimana kita menyikapinya?
Sikap yang bijak adalah menghormati tradisi, tetapi tetap berpegang teguh pada ajaran agama. Weton jodoh bisa dilihat sebagai bagian dari kearifan lokal, tetapi jangan sampai melencengkan keyakinan akan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Lantas, Bagaimana Sebaiknya Memilih Jodoh?
Alih-alih berfokus pada perhitungan weton, Islam menganjurkan beberapa hal dalam memilih pasangan:
- Agama: Pilihlah pasangan yang taat beragama dan memiliki pemahaman agama yang baik. Ini akan menjadi pondasi kuat bagi keluarga.
- Akhlak: Perhatikan bagaimana akhlak calon pasangan. Apakah ia memiliki sifat-sifat terpuji seperti jujur, sabar, dan penyayang.
- Keturunan: Pertimbangkan latar belakang keluarga pasangan. Keluarga yang baik cenderung akan melahirkan generasi yang baik pula.
- Kecocokan: Selain faktor agama dan akhlak, kecocokan dalam hal pemikiran, minat, dan visi hidup juga penting. Ini akan mempermudah terciptanya keharmonisan rumah tangga.
Kesimpulan
Weton jodoh adalah warisan budaya yang sarat makna, tetapi dalam perspektif Islam, praktik ini dianggap syirik. Memilih jodoh berdasarkan ajaran agama, dengan pertimbangan kesalehan dan akhlak, adalah jalan yang lebih utama. Tradisi bisa tetap dihormati, tetapi jangan sampai menggeser keyakinan akan takdir Allah SWT. Pada akhirnya, pernikahan adalah ibadah dan jalan untuk meraih ridho-Nya.