Nurhayati Effendi, nama yang mungkin tak asing di telinga publik, terutama bagi mereka yang mengikuti dinamika politik Indonesia. Lebih dari sekadar istri mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa, Nurhayati adalah sosok perempuan dengan jejak karir yang berwarna, membentang dari dunia bisnis hingga kursi parlemen. Kisah perjalanannya ini layak untuk ditelaah, bukan hanya sebagai profil seorang politisi, tetapi juga sebagai cerminan bagaimana seseorang dapat mengembangkan potensi diri di berbagai bidang.
Lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, Nurhayati menempuh pendidikan formal yang cukup beragam. Mulai dari SD di Bandung hingga SMA di Jakarta, lalu melanjutkan ke Akademi Public Relations Interstudi Jakarta. Pilihan jurusan ini mungkin terlihat tak lazim bagi seorang politisi, namun justru di sinilah letak keunikannya. Keterampilan komunikasi yang dipelajarinya menjadi fondasi kuat dalam membangun jejaring dan menyampaikan gagasan di ranah publik.
Sebelum terjun ke dunia politik, Nurhayati telah menorehkan prestasi di dunia bisnis. Ia tercatat pernah menjabat sebagai Direktur Utama di beberapa perusahaan, termasuk PT Cahaya Kahuripan yang bergerak di bidang jasa pertambangan, serta PT Tirtayasa Satria Mandiri. Pengalaman ini memberinya pemahaman mendalam tentang manajemen, pengambilan keputusan, dan seluk-beluk dunia korporasi. Keterlibatannya dalam Kamar Dagang Industri (KADIN) dan menjalin kerjasama dengan Korea Selatan semakin memperkaya pengalamannya dalam membangun kemitraan dan jaringan internasional.
Also Read
Titik balik dalam karir Nurhayati terjadi ketika ia memutuskan untuk bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 2009. Keputusannya ini menandai babak baru dalam hidupnya, di mana ia mulai terlibat aktif dalam politik praktis. Pada tahun 2011, ia juga aktif di organisasi sayap kewanitaan PPP, Wanita Persatuan Pembangunan (WPP), di mana ia mengemban amanah sebagai Ketua Bidang Lingkungan Hidup dan Kesehatan. Ini menunjukkan komitmennya terhadap isu-isu sosial dan lingkungan, yang kerap kali terabaikan dalam dinamika politik.
Pada Pemilu 2014, Nurhayati berhasil menduduki kursi DPR-RI, mewakili daerah pemilihan Jawa Barat XI. Di parlemen, ia ditempatkan di Komisi V yang membidangi infrastruktur, perhubungan, dan pariwisata. Perannya di komisi ini membuktikan kemampuannya dalam mengawal pembangunan dan kebijakan publik. Selanjutnya, ia juga sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR-RI, sebelum akhirnya kembali bertugas di Komisi V dan kemudian Komisi II yang membahas isu pemerintahan dan administrasi negara. Perpindahan komisi ini justru memperlihatkan fleksibilitas dan adaptabilitas Nurhayati dalam menghadapi berbagai isu dan tantangan.
Di balik kesibukannya di dunia politik, Nurhayati juga seorang ibu dari tiga orang anak. Ia berusaha menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan karir, sebuah tantangan yang tidak mudah bagi seorang perempuan yang aktif di ranah publik. Kisah ini menggambarkan bahwa perempuan tidak hanya mampu menjadi pemimpin di ranah publik, tetapi juga tetap menjalankan perannya di keluarga.
Nurhayati Effendi adalah potret seorang politisi perempuan yang multidimensi. Ia bukan hanya sekadar ‘istri dari’, tetapi seorang individu yang memiliki jejak karir yang mandiri dan berprestasi. Perjalanannya dari dunia bisnis hingga parlemen, dari pengusaha tambang hingga pengambil kebijakan, menunjukkan bahwa pengalaman dan keahlian dari berbagai bidang dapat bersinergi dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi bangsa. Dedikasinya untuk terus belajar dan beradaptasi dengan berbagai perubahan menjadi modal penting dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Kiprah Nurhayati Effendi patut menjadi inspirasi, khususnya bagi perempuan-perempuan Indonesia yang ingin berkarya di berbagai bidang, termasuk politik.